Mencengangkan! Soal Pulau Rempang, Ungkap Ombudsman Temukan Fakta dari BP dan Pemkot Batam

Demo warga Rempang (IST)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id — Ombudsman RI menemukan kemungkinan potensi maladministrasi yang telah dilakukan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dan Pemerintah Kota Batam (Pemkot Batam) pada rencana relokasi warga di Pulau Rempang.

Hal tersebut telah disampaikan oleh Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijiantoro keterangan resminya yang di unggah di website Ombudsman RI.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dirinya menambahkan, potensi maladministrasi tersebut dapat disimpulkan usai lembaga meminta keterangan kepada pihak yang terdampak.

Pemeriksaan lapangan terhadap keberadaan Pulau Rempang merujuk Surat Keputusan Wali Kota Batam Nomor 105/HK/III/2004 Tentang Penempatan Perkampungan Tua di Kota Batam.

“Ombudsman telah melakukan permintaan keterangan secara langsung kepada pihak-pihak yang terdampak, serta pemeriksaan lapangan terhadap keberadaan Kampung Tua dengan merujuk Surat Keputusan Wali Kota Batam Nomor 105/HK/III/2004 Tentang Penetapan Perkampungan Tua di Kota Batam,” ujar Johanes dalam keterangannya yang dikutip tim tvOnenews pada Rabu (20/9/2023).

Johanes juga menjelaskan terdapat 16 kampung tua yang tersebar di Pulau Rempang, yakni Tanjung Kertang, Rempang Cate, Tebing Tinggi, Blongkeng, Monggak, Pasir Panjang, Pantai Melayu, Tanjung Kelingking, Sembulang, Dapur Enam, Tanjung Banun, Sungai Raya, Sijantung, Air Lingka, Kampung Baru dan Tanjung Pengapit.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Ombudsman, terdapat sekitar 16.500 hektar lahan yang rencananya digunakan dalam proyek Strategis Nasional 2023.

Lahan tersebut akan dialokasikan sebagai kawasan industri perdagangan, serta tempat wisata bernama Rempang Eco Park Pulau Rempang.

Di sisi lain, ia mengatakan bahwa rencana pengalokasian lahan Pulau Rempang tidak sesuai ketentuan, karena sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) belum dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN.

Status sertifikat yang belum memiliki kejelasan dikatakan pula sebagai alasan kuat bagi Ombudsman untuk menentang segala bentuk penekanan yang dilakukan oleh aparat keamanan di Pulau Rempang.

Selain itu, bentrok antara masyarakat dan aparat kepolisian telah menyebabkan turunnya ribuan aparat kepolisian dan penggunaan gas air mata sebagai bentuk respon atas kerusuhan yang terjadi.

Ombudsman juga akan mengusut penguasaan fisik bidang tanah masyarakat yang berada di Pulau Rempang selama puluhan tahun.

Hal tersebut untuk mengetahui apakah ada unsur kelalaian negara yang tidak memberikan akses masyarakat, untuk memperoleh hak kepemilikan atas tanah yang ditempati secara turun temurun atau tidak.

Kawasan Rempang akan disulap menjadi Rempang Eco-City. Namun perkembangan terkini terhambat oleh konflik agraria yang muncul akibat penolakan masyarakat  untuk pindah.

sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *