Tiga Argumentasi Kenapa Koalisi Perubahan Terbentuk dan Harus Didukung

Koalisi Perubahan Terbentuk dan Harus Didukung
Koalisi Perubahan Terbentuk dan Harus Didukung
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: KH Maman Imanul Haq

Hajinews.co.id – Banyak yang kaget, terutama dari nahdliyin ketika Pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Amin) dideklarasikan awal bulan lalu oleh Nasdem dan PKB, apalagi Pasangan Amin ini kemudian diperkuat oleh PKS (Partai Keadilan sejahtra).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pertanyaan pun menyeruak, loh bukankah antara PKS dan PKB ini beda fikroh dan harakah (ideologi), kenapa justru berkoalisi? Bahkan antara PKS-PKB ini sering disebut bagaikan minyak dan air. Maka, untuk menjawab pertanyaan ini kiranya perlu argumentasi beberapa hal.

Pertama, pada kepentingan politik-praktis, semuanya bisa mencair dan memadat, soal kapan harus menjaga jarak dan merapat, sehingga harmonis tergantung situasi dan kepentingan, yang penting dicatat adalah PKS bagian yang sah dari peserta Pemilu.

Meski PKB-PKS secara fikroh dan harokah-nya berbeda dan memicu banyak ketegangan. Tapi keduanya punya jejak rekam bisa berkoalisi dalam rentang waktu yang cukup lama. Beberapa contoh; tahun 1999-2001 PKB – PKS membentuk Poros Tengah dan mengusung Gus Dur jadi Presiden, Gus Dur pun jadi Presiden. Kemudian tahun 2004-2014 PKB, PKS bergabung dalam koalisi dengan Demokrat dan mengantarkan SBY menjadi Presiden dua Periode.

Maka ketika Pilpres 2024 PKB-PKS berkoalisi kembali untuk mengusung Pasangan Amin, ini peristiwa biasa, yaitu hanya pengulangan sejarah sebelumnya. Jadi jika PKB-PKS melakukan koalisi itu bukan hal yang perlu diperdebatkan lagi. Rekam jejak ini bisa diperpanjang dengan adanya Koalisi PKB-PKS di daerah, termasuk ketika mengusung Ganjar Pranowo menjadi Gubernur Jateng.

Kedua, berpolitik itu bagian dari strategi. Berkoalisi bukan berarti meleburkan idiologi dan menggadaikan prinsip menjadi lain atau berubah menjadi “sama”, tetapi adalah kerjasama, atau bermitra dan secara bersama berusaha menjadi bagian dari subyek, bahkan untuk saling kontrol dari dalam. Maka, jangan heran, dahulu Kiai-Kiai di Masyumi pernah setuju dengan Nasakom, bahkan pernah berkoalisi dengan PNI-PKI (1960).

Pertanyaannya, loh kok bisa koalisi dengan PKI, apa enggak bahaya? Disitulah Masyumi dan Kiai-kiai menjalankan strateginya, yaitu ikut mengawal Presiden Soekarno jangan sampai Istana (eksekutif) dikuasai oleh PKI. Bahkan pada tahun krusial itu, beberapa Kiai pernah menduduki jabatan penting di Dewan Pertimbangan Agung (Mbah Wahab, Kiai Idham Cholid dan Kiai Saifudin Zuhri).

Artinya berusaha menjadi subyek, sekecil apapun akan lebih baik daripada menjadi gerombolan pentonton, dan teriak-teriak di luar istana. Dulu, kaidah yang pernah dipegang oleh Kiai Wahab dalam tataran fiqih ialah, kemaslahatan bergabung dengan Nasakom lebih jelas dan kuat daripada menolak dan menjauhinya, taqdimul mashlahatir rajihah aula min taqdimi mashlahatir marjuh.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *