Kultum 218: Mengenal Abdullah bin Ummu Maktum

Abdullah bin Ummu Maktum
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.idAbdullah bin Ummu Maktum adalah sepupu Khadijah (Ummul Mukminiin) binti Khuwaylid. Ayahnya bernama Qays bin Said, dan ibunya bernama Aatikah binti Abdullah. Beliau dipanggil Ummu Maktum yang artinya “Bunda Yang Tersembunyi” karena dia melahirkan seorang anak yang buta. Abdullah menyaksikan kebangkitan Islam di Makkah, dan beliau termasuk orang pertama yang menerima Islam.

Hidup melalui penganiayaan dan derita kaum Muslim sebagaimana yang dialami sahabat lainnya. Seperti yang lain, beliau memiliki sikap yang tegas, melawan, gigih, dan sia berkorban. Di samping itu, dedikasi maupun imannya tidak melemah karena kekerasan dan serangan gencar kaum Quraisy. Sebaliknya, semua itu hanya meningkatkan tekadnya untuk berpegang teguh pada agama Allah dan pengabdiannya kepada utusan-Nya.

Abdullah mengabdi kepada Nabi yang mulia dan ingin menghafal Al-Qur’an sehingga dia tidak akan melewatkan kesempatan untuk mencapai keinginan ini. Rasa urgensi dan desakannya kadangkala menjengkelkan karena dia, secara tidak sengaja, berusaha untuk memonopoli perhatian Nabi. Padahal pada periode ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sedang terkonsentrasi pada tokoh-tokoh Quraisy untuk menjadikan mereka Muslim.

Suatu hari, Abdullah bertemu Utbah bin Rabiah (saudaranya Shaybah), Amr bin Hisyam (dikenal sebagai Abu Jahal), Umayyah bin Khalaf, dan Walid bin Mughirah (ayah Khalid bin Walid) yang kemudian dikenal sebagai Sayf Allah atau ‘pedang Allah’. Dia mulai berbicara dan bernegosiasi dengan mereka dan memberitahu mereka tentang Islam. Dia sangat berharap bahwa mereka akan menanggapinya secara positif dan menerima Islam atau setidaknya menghentikan penganiayaan mereka terhadap para sahabat.

Saat dia bertunangan, Abdullah ibn Umm Maktum datang dan memintanya untuk membaca sebuah ayat dari Qur’an. Dia berkata, “Wahai utusan Tuhan, ajarlah aku dari apa yang telah Tuhan ajarkan kepadamu”. Nabi mengerutkan kening dan berpaling darinya. Dia malah mengalihkan perhatiannya kepada kelompok bergengsi Quraisy, berharap bahwa mereka akan menjadi Muslim dan bahwa dengan menerima Islam mereka akan membawa kebesaran agama Allah dan memperkuat misinya.

Begitu dia selesai berbicara dengan mereka dan meninggalkan kerumunan mereka, tiba tiba Abdullah merasa agak buta dan kepalanya mulai berdenyut hebat. Pada titik ini wahyu datang kepada Nabi Muhammad (surat Abasa, ayat 1 – 16).Ini adalah enam belas ayat yang diturunkan kepada Nabi mulia tentang Abdullah ibn Umm Maktum, enam belas ayat yang terus dibaca dari waktu itu sampai hari ini dan akan terus dibaca.

Sejak hari itu Nabi tidak berhenti bermurah hati kepada Abdullah bin Umm Maktum. Nabi sering bertanya tentang urusannya, untuk memenuhi kebutuhannya, dan membawanya ke pertemuannya setiap kali dia mendekat.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *