Kultum 219: Berusaha Berpuasa Meniru Rasulullah

Berusaha Berpuasa Meniru Rasulullah
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Kita akan segera kedatangan tamu agung nan penuh barakah. Kedatangannya hanya sekali setahun sehingga banyak menumbuhkan kerinduan yang cukup mendalam di hati kaum Muslimin. Sebagian kaum Muslimin bahkan matanya sembab dan hati berdegup kencang menunggu terbitnya hilal.

Salah satu sebab yang membuat bulan ini ditunggu tunggu adalah karena bulan ini berbeda dengan sebelas bulan lainnya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ

هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ

الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ

Artinya:

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda [antara yang hak dan yang bathil] (QS. al-Baqarah, ayat 185).

Pada bulan ini juga ada dua malaikat yang turun dan berseru, “Wahai para pencari kebaikan, sambutlah, wahai para pelaku kemungkaran, berhentilah!” Yang juga membuat bulan ini begitu terasa istimewa adalah karena kita sudah terbiasa melakukan beberapa amalan dengan meniru Rasulullah Sahllallahu ‘alaihi wasallam. Beberapa kebiasaan sesuai petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada bulan Ramadhan ini antara lain sebagai berikut.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak akan memulai puasa kecuali jika beliau sudah benar-benar melihat hilal atau berdasarkan berita dari orang yang bisa dipercaya tentang munculnya hilal. Jika tidak maka Rasulullah akan menyempurnakan bilangan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.

Rasululluh Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang umatnya mengawali Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali puasa yang sudah terbiasa dilakukan oleh seseorang. Beliau juga melarang umatnya berpuasa pada hari yang masih diragukan, apakah sudah tanggal satu Ramadhan ataukah masih tanggal 30 Sya’ban.

Jika sudah tiba waktu Maghrib, beliau menyegerakan berbuka. Demikian juga, beliau juga mengakhirkan sahur. Yang dimaksud menyegerakan berbuka puasa bukan berarti beliau berbuka sebelum waktunya. Namun yang dimaksud adalah ketika matahari telah tenggelam atau ditandai dengan dikumandangkannya azan Maghrib, maka segeralah berbuka, dan tidak perlu menunggu sampai selesai azan atau selesai shalat Maghrib. Beliau bersabda,

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

Artinya:

Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka (HR. Bukhari no. 1957 dan Muslim no. 1098).

Bahkan dalam hadits yang lain disebutkan dan diriwayatkan, beliau bersabda,

لَا تَزَالُ أُمَّتِى عَلَى سُنَّتِى مَا لَمْ تَنْتَظِرْ

بِفِطْرِهَا النُجُوْمَ

Artinya:

Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku (ajaranku) selama tidak menunggu munculnya bintang untuk berbuka puasa (HR. Ibnu Hibban no. 277 dan Ibnu Khuzaimah no. 275).

Rasulullah biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat Maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat Maghrib selesai dikerjakan. Inilah contoh dan akhlak dari suri tauladan kita. Sebagaimana diriwayatakan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *