Problem Politik dan Konstitusional Koalisi Pilpres

Problem Politik dan Konstitusional Koalisi Pilpres
Koalisi Pilpres
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Furqan Jurdi, Ketua Umum Perhimpunan Pemuda Madani

Hajinews.co.id – Hingar bingar politik menjelang Pemilihan Umum 2024 cukup melelahkan, ruang publik pengap dengan berita politik. Bagi peminat, pengamat politik ini menjadi ladang analisis yang subur. Bagi politisi yang berebut kekuasaan di lembaga eksekutif dan legislatif ini kompetisi demi elektabilitas dan popularitas.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tapi bagi rakyat ini semacam panggung orkestrasi kepentingan demi dan untuk memuaskan hasrat politik mereka. Kepentingan rakyat kerap hanya sebatas slogan.

Hanya sebagian kecil seperti para aktivis dan pegiat Hak Asasi Manusia yang peduli persoalan Rampang, polusi yang kian membahayakan kesehatan Masyarakat, korupsi yang semakin menggila, krisis Air bersih di beberapa daerah, kemiskinan makin parah, pendidikan yang tidak memiliki orientasi masa depan, kondisi ekonomi yang belum stabil.

Para politisi kelihatannya tidak peduli semua itu, mereka hanya sibuk wara-wiri demi koalisi. Di atas panggung ada yang berjoget, di podium ada yang pantun, dijalanan menggema yel-yel; demi Indonesia Maju, demi perubahan yang lebih baik, demi dan demikianlah janji itu terus menerus muncrat dari semua kerumunan politisi disemua saluran media.

Kadang panggung publik itu digunakan untuk berkelahi. Saling umpat, tuduhan pengkhianatan, kemunafikan dan omong kosong. Kerap menjadi pembicaraan yang yang dilontarkan dan dipertontonkan secara meluas.

Dari pemilu ke pemilu, politik hanya menyisahkan sandiwara elit dan rakyat yang terbelah. Musim pemilu ini berkoalisi, musim pemilu selanjutnya berkelahi dan itu terus terjadi. Semua hanya fatamorgana, pragmatisme politik sudah kian parah.

Partai-partai politik harus dituduh sebagai dalang kerusakan ini. Mereka mengabaikan pendidikan politik, mengabaikan prinsip politik dan moral dalam politik. Partai politik pula yang membuat sistem pemilu yang sengaja menjebak diri mereka untuk terus menciptakan politik yang traksaksional dan pragmatis.

Di partai politik, agenda kerakyatan hanya diatas mimbar dan podium. Dibalik pidato dan yel-yel itu sesungguhnya politik adalah transaksi kepentingan “orang-orang atas”.

Setiap tahun partai politik sibuk mengurus elektabilitas, bahkan selesai pemilu para politisi sudah mulai sibuk dengan target elektoral. Kapan Para pejabat itu mengurus rakyat untuk memperoleh kehidupan layak, menjamin ketersediaan sandang, papan dan pangan dan memastikan keadilan untuk seluruh rakyat?

Mereka sibuk dengan dirinya sendiri, ribut dengan menyeret nama rakyat untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Tidak ada manfaatnya bagi rakyat, justru dari partai politik yang duduk di DPR keluar undang-undang yang menghantam rakyat. UU Omnibuslaw Cipta Kerja dan UU Omibuslaw Kesehatan dua contoh UU Predator yang memangsa kepentingan rakyat.

Lebih mirisnya lagi, partai politik melahirkan koruptor-koruptor dalam jumlah yang banyak. Hampir seluruh kasus korupsi yang ditangani oleh KPK dan Kejaksaan melibatkan orang-orang partai (elit partai politik) yang memiliki “wibawa dan kuasa”.

Penyebab utama dari kerusakan politik ini disebabkan sistem politik yang transaksional dan berbiaya mahal ditambah hedonisme politik dan narsisme yang tidak masuk akal dari politisi untuk memperoleh pengakuan demi capaian popularitas dan elektabilitas.

Persoalan lain disebabkan oleh sistem politik yang dibuat oleh partai politik adalah sistem yang melanggengkan kepentingan mereka, bukan untuk sepenuhnya memperjuangkan kepentingan rakyat. Pragmatisme politik lebih menonjol dan sudah mengurat-akar dalam politik, hingga mempengaruhi masyarakat secara meluas.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *