Negara Bukan Hamba Oligarki, Hentikan Kekerasan Di Pulau Rempang

Hentikan Kekerasan Di Pulau Rempang
Taufan Abadi SH.MH, Direktur PBH LPW NTB
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



  • 13 April 2023, Polda Kepulauan Riau menjemput paksa tokoh adat Melayu Pulau Rempang Gerisman Ahmad Pulau yang menolak keras Realokasi warga. Dia dituduh terlibat kasus pungutan liar.
  • 28 Agustus 2023 Airlangga Hartato menerbitkan revisi ketiga Peraturan soal daftar Proyek Stategis Nasional dimana Rempang Eco-City masuk daftar Proyek tersebut.
  • 7 September 2023 warga Rempang bentrok dengan Aparat Gabungan (Polisi, TNI dan SatPol-PP) yang mengawal pengukuran lahan dan pemasangan patok. Polisi menyatakan Rempang harus Clean and Clear untuk diserahkan pada PT MEG paling lama 28 September 2023
  • 8 September 2023, Gubernur Kepulauan Riau menemui tokoh masyarakat Rempang setelah terjadi bentrokan.
  • 9 September 2023, Ketua Lembaga Adat Melayu Abdul Rajak meminta Pemerintah membatalkan realokasi 16 Kampung Tua di Rempang dan Galang. Pada hari ini Polisi menetapkan 7 tersangka.
  • 11 September 2023, ribuan masyarakat adat Melayu menggelar unjuk rasa di depan Kantor BP Batam dan berakhir ricuh. Polisi menangkap 43 orang.
  • 12 September 2023, Menteri Agraria menegaskan warga di Rempang tak punya sertifikat Hak Guna Usaha seluruh lahan dianggap milik BP Batam.
  • 15 September 2023, warga Rempang menggelar aksi. Polisi menetapkan 43 orang sebagai tersangka kericuhan.

Atas dasar ini kami ingin menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Mengutuk dan mengecam kedzoliman dan seluruh penggunaan kekerasan di Pulau Rempang;
  2. Menuntut penyelenggara urusan negara mengakhiri akrobat kekerasan terhadap masyarakat yang berpartisipasi terhadap pembangunan, dan menegaskan keberpihakan atas segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia;
  3. Mendesak Pemerintah pembentukan Tim Independen untuk resolusi konflik, serta menuntut negara mengakhiri pembangunan dengan penggunaan kekerasan;
  4. Menuntut segenap otoritas negara memulihkan hak masyarakat, anak, dan seluruh korban bentrokan Rempang serta menyelesaikan sengketa agraria melalui pendekatan dialog, manusiawi dan berkeadilan;
  5. Menuntut segenap otoritas negara memberikan kepastian hukum atas masyarakat yang menempati 16 kampung tua sejak tahun 1930, sebagimana amanat Konstitusi;
  6. Menyerukan segenap elemen bangsa untuk bersolidaritas atas apa yang dialami Rakyat Rempang. (Taufan, SH MH)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *