Akhirnya Blak-blakan Kepala BP Batam: Status Lahan Pulau Rempang, HPL Baru 147 Hektare

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id – Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi menegaskan jika Pulau Batam, Rempang dan Galang merupakan wilayah kerja BP Batam.

Hal itu tertuang berdasarkan Keppres 2 nomor 28 tahun 1992.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Namun Rudi menyampaikan, untuk tiga pulau ini, tidak semua Hak Pengelolaan (HPL) akan terbit di tiga pulau tersebut.

Rudi menyebut jika BP Batam akan mengurusnya apabila penggunaan lahan dibutuhkan.

Apalagi ada permintaan investasi untuk lahan tersebut.

Suami Wakil Gubernur Kepri, Marlin Agustina itu membeberkan untuk Pulau Batam secara keseluruhan sudah terdapat HPL-nya.

Bahkan, sudah diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Berbeda dengan Pulau Rempang Galang.

Untuk wilayah pengelolahan lahan atas pulau Rempang, BP Batam hanya punya 147 Hektare yang dapat digunakan atau berstatus HPL.

Sedangkan luasan lahan lainnya, terdiri dari hutan lindung dan hutan buruh serta hutan produksi konversi.

“Untuk Batam, kami sudah ada RDTR sudah ada secara detail dan diatur semua. Tata ruang sudah ada, sudah ada masing masing. Namun untuk investasi besar, tentu butuh lahan besar,” ungkap Rudi dalam RDP bersama komisi VI DPR RI yang dikutip Tribun lewat siaran streaming, Selasa (3/10/2023).

Namun berbeda untuk wilayah Rempang, kata dia kalau diikuti tata ruang RDTR, BP Batam hanya punya 147 hektare saja yang boleh digunakan.

“Untuk Pulau Rempang, hanya 147 hektar saja yang boleh digunakan,” bebernya.

Sementara luas Pulau Rempang terdapat 17 ribu hektare.

Berbeda dengan pulau Setokok dan Galang, masing-masing memiliki luas 300 hektare.

Sehingga jika digabungkan kedua pulau memiliki luas 600 hektare.

NUSRON Wahid Soroti BP Batam

Polemik yang terjadi di Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kembali bergulir di DPR RI, Senin (2/10/2023).

Anggota Komisi VI DPR RI, Nusron Wahid menyoroti Keputusan Presiden (Kepres) nomor 28 tahun 1992.

Aturan ini mengatur tentang Penambahan Wilayah Lingkungan Kerja Daerah Industri Pulau Batam Dan Penetapannya Sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat (Bonded Zone).

Politisi Partai Golkar itu menyinggung wilayah penduduk yang telah lama bermukim di sana.

Namun tiba-tiba menurutnya dianggap menjadi tanah Negara.

Menurut Nusron, pemerintah khususnya Badan Pengusahaan (BP) Batam bisa memilah-milah hal itu.

“Kalau seperti itu ceritanya, apa bedanya BP Batam dengan VOC. Tanpa memperdulikan adanya hak-hak warga di sana,” tegas Nusron Wahid.

Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi yang hadir dalam raker itu mengungkapkan jika ada aturan Mendagri yang mewajibkan clean and clear sebelum mengajukan dan HPL keluar.

Menurut Walikota Batam itu, itu juga merupakan satu di antara tugas BP Batam untuk menyelesaikannya.

“Kami butuh regulasinya. agar saat ganti untung sehingga tidak menjadi masalah hukum buat kami,” ujarnya.

Terkait apa yang disampaikan Nusron Wahid, Muhammad Rudi akan menyampaikan secara khusus dengan Deputi yang mengurus itu.

Menurutnya, akan terlalu panjang jika menjelaskan itu secara gamblang.

Mendengar itu, pimpinan rapat Komisi VI DPR RI menyarankan agar menyiapkan forum khusus.

Tujuannya agar BP Batam bisa menyampaikan data-data yang lebih lengkap terkait kondisi di Pulau Rempang.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia turut hadir dalam raker bersama Komisi VI DPR RI itu.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *