Membangun Politik Dinasti dan Oligarki Ala Jokowi

Politik Dinasti dan Oligarki Ala Jokowi
Politik Dinasti dan Oligarki Ala Jokowi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id – Bergabungnya putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mencuatkan kembali rumor bahwa Jokowi tengah membangun oligarki dan politik dinasti demi kelangsungan kekuasaannya.

Sebelum Kaesang berlabuh di PSI, putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan menantunya, Bobby Nasution lebih dulu terjun ke gelanggang politik di Pilkada 2020. Keduanya kemudian terpilih menjadi Wali Kota Solo dan Medan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Terpilihnya Gibran dan Bobby bisa dikatakan sebagai embrio terbangunnya politik dinasti Jokowi. Meski pencalonan Gibran dan Bobby di pilkada dijamin oleh konstitusi, posisi Jokowi yang masih aktif sebagai presiden memunculkan kekhawatiran terjadinya konflik kepentingan.

Selain itu, terpilihnya Gibran dan Bobby menjadi wali kota juga memunculkan potensi dominasi keluarga Jokowi di kancah politik nasional. Terlebih, jika ada keluarga Jokowi lainnya yang memutuskan terjun ke dunia politik.

Kegaduhan politik sempat terjadi saat Kaesang – saat itu belum masuk PSI – digadang-gadang menjadi bakal calon wali kota Depok oleh parpol yang dikenal dengan jargon “Jokowisme” tersebut. Belum lagi ketika beberapa kader PSI mengajukan gugatan uji materi untuk mengubah persyaratan menjadi calon wakil presiden dari 40 tahun menjadi 35 tahun.

Hal tersebut ditengarai untuk memuluskan jalan Gibran menuju kursi RI-2 di tahun 2024. Apalagi, sudah menjadi rahasia umum bila putra sulung Jokowi itu dilirik oleh bakal calon presiden Prabowo Subianto maupun masuk radar PDI Perjuangan yang mengusung Ganjar Pranowo.

Menurut pengamat politik dari UGM, Mada Sukmajati, politik dinasti merupakan fenomena biasa dan belum tentu menjadi jaminan sukses bagi penerus dinasti tersebut. Sebab, secara teoritis politik dinasti digunakan sebagai strategi pertahanan setelah seorang petahana tidak menjabat lagi serta bisa menjadi strategi untuk memperluas dukungan politik.

“Ini bisa dalam konteks untuk mengamankan kerabatnya yang sedang menjadi petahana atau dalam konteks yang lebih jangka panjang, yang bersangkutan sendiri yang akan memperebutkan jabatan,” ujarnya, Senin 3 Oktober.

Jika menilik ke belakang, kalaupun benar Jokowi berupaya membangun politik dinastinya, hal itu bukanlah sesuatu yang aneh. Pada periode kedua kepresidenannya, Jokowi beralih dari kabinet ramping menjadi kabinet gemuk. Dia beralasan berniat mengakomodasi semua kepentingan atas nama kepentingan rakyat. Tak cukup dengan enam partai pendukungnya di parlemen, Jokowi menambah Partai Gerindra sebagai bagian dari Kabinet Indonesia Maju.

Pada artikel yang terbit dalam South East Asia Research berjudul “Revisiting the Rise of Jokowi: The Triumph of Reformasi or An Oligarchic Adaptation of Post-clientelist Initiatives?” tahun 2016, Yuki Fukuoka dan Luky Djani menilai bahwa sejak awal Jokowi sudah bukan lagi sosok yang dicitrakan ke publik selama kampanye, yakni mengutamakan kepentingan rakyat di atas partai.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *