Demi Gibran Setitik, Rusak Hukum Senegara

Demi Gibran Setitik
Mahkamah Keluarga
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Anehnya lagi, bila dibaca secara seksama alasan berbeda (concurring opinion) dari 2 (dua) orang Hakim Konstitusi, lebih mirip seperti pendapat berbeda (dissenting opinion) ketimbang concurring opinion.

Di dalam empat dissenting opinion yang disampaikan, para hakim MK menyatakan secara gamblang sejumlah masalah yang terjadi dalam proses memutuskan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dengan munculnya sejumlah perbedaan pandangan Hakim MK dalam putusan ini, bukan tidak mungkin dalam hari-hari ke depan, isi putusan ini akan terus bergulir menjadi polemik yang meluas di tengah masyarakat.

Pasalnya, pendapat Hakim MK cukup kompeten untuk dijadikan rujukan dalam konstruksi hukum nasional.

Masalah belum selesai

Masalahnya, meski sudah diputuskan MK, hasil putusan ini tidak bisa serta merta digunakan sebagai landasan hukum untuk Pemilu dan Pilpres 2024.

Sebab hasil putusan ini hanya membatalkan ketentuan dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor Tahun 2017 tentang Pemilu. Sedangkan dalam pelaksanaan pemilu, yang menjadi acuan adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Sementara itu, untuk mengganti PKPU, KPU harus melakukan konsultasi dengan DPR – yang sayangnya – saat ini sedang memasuki masa reses. Sehingga tidak bisa melakukan persidangan atau rapat.

Ada mekanisme yang bisa dipakai, yaitu ketentuan dalam Tatib DPR RI, Pasal 53, yang menyatakan dalam ayat (3), “Apabila dalam Masa Reses ada masalah yang menyangkut wewenang dan tugas DPR yang dianggap mendasar dan perlu segera diambil keputusan, Pimpinan DPR secepatnya memanggil Badan Musyawarah untuk mengadakan rapat setelah mengadakan konsultasi dengan pimpinan Fraksi.”

Persoalannya, bagaimana mencari argumen objektif yang bisa mendefinisikan bahwa “…ada masalah yang menyangkut wewenang dan tugas DPR yang dianggap mendasar dan perlu segera diambil keputusan”?

Anggaplah salah satu kelompok kepentingan di dalam DPR bisa menjelaskan kondisi tersebut, tapi bagaimana dengan mekanisme selanjutnya, yaitu Rapat Pimpinan dan Badan Musyawarah?

Padahal di dalam komposisi pimpinan DPR saat ini sudah banyak perbedaan yang tidak memungkinkan mereka satu suara.

Puan Maharani selaku Ketua DPR RI berasal dari PDIP dan mendukung Ganjar Pranowo. Wakil Ketua Bidang Korpolkam, Lodewijk F Paulus berasal dari Golkar dan mengusung Prabowo Subianto.

Sufmi Dasco Ahmad sebagai Wakil Ketua DPR RI Bidang Korekeu, berasal dari Gerindra juga mengusung Prabowo.

Dua Wakil ketua lainnya, yaitu Rahmat Gobel (Nasdem) dan Muhaimin Iskandar (PKB) saat ini sudah melabuhkan pilihannya ke pasangan Anies-Muhaimin.

Dari komposisi Pimpinan saja, rasanya sulit bagi pimpinan DPR untuk melaksanakan Badan Musyawarah untuk memutuskan terjadinya persidangan di masa reses.

Belum lagi – kalaupun bisa melaksanakan Bamus – polemiknya bisa lebih tajam. Karena akan memasukan juga Fraksi PAN, PKS, PPP, dan Demokrat. Masing-masing sudah memutuskan keberpihakan politik dalam kontestasi Pilpres 2024 kelak.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *