Indonesia Krisis Konstitusi: Akankah DPR Menggunakan Hak Angket?

Indonesia Krisis Konstitusi
Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Hajinews.co.idKrisis konstitusi adalah sebuah kondisi di mana konstitusi tidak bisa lagi memberi solusi atas kondisi dan permasalahan yang ada. Antara lain, karena terjadi perbedaan pandangan antar lembaga negara dalam menjalankan konstitusi, yang pada akhirnya bisa memicu konflik politik.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Benih-benih krisis konstitusi sudah mulai terlihat ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan gugatan tentang batas usia capres dan cawapres yang kontroversial, dengan menambah norma “… atau berpengalaman sebagai kepala daerah”.

Putusan ini ditanggapi oleh beberapa anggota DPR, bahwa Putusan MK tersebut tidak serta merta berlaku.

Anggota DPR berpendapat, Putusan MK tersebut harus diproses di DPR, dengan mengubah Pasal dimaksud ke dalam UU Pemilu. Sebelum Pasal itu diubah maka Putusan MK belum berlaku.

Bersamaan dengan pendapat ini, mereka juga mengatakan KPU tidak bisa mengubah Peraturan KPU (No 19 tahun 2023) yang menetapkan persyaratan usia calon presiden dan wakil presiden berdasarkan UU Pemilu yang sekarang berlaku, yaitu batas usia capres dan cawapres paling rendah 40 tahun. Alasannya, karena rujukan Peraturan KPU adalah UU Pemilu, bukan Putusan MK. Oleh karena itu, Putusan MK harus diadopsi terlebih dahulu di dalam UU Pemilu, agar KPU dapat menyesuaikannya.

Di lain pihak, ada yang berpendapat bahwa Putusan MK adalah final dan mengikat, dan langsung berlaku. Mereka berpendapat KPU dapat mengubah Peraturan KPU berdasarkan Putusan MK, yaitu capres-cawapres “berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah”.

Di sini terjadi perselisihan menuju krisis konstitusi yang bisa memicu konflik politik.

Selain itu, banyak pakar hukum dan masyarakat juga berpendapat bahwa Putusan MK sangat kontroversial, melampaui wewenang MK, cacat hukum, dan tidak sah.

Dengan berpegang, Putusan MK diduga cacat hukum dan melanggar konstitusi, dikhawatirkan DPR akan melakukan tindakan koreksi dengan membentuk hak angket, untuk menyelidiki apakah MK telah melanggar peraturan perundang-undangan dalam menjalankan tugasnya melakukan uji materi, sampai menetapkan Putusan.

Karena, menurut Yusril, pendapat dua hakim konstitusi seharusnya masuk kategori dissenting opinion, sehingga skor Putusan seharusnya 6-3: 6 menolak gugatan. Tetapi, dua pendapat dissenting opinion tersebut kemudian dibuat menjadi concurring opinion, sehingga seolah-olah menyetujui frasa “…. atau pengalaman sebagai kepala daerah”, yang seharusnya “…. atau pengalaman sebagai kepala daerah SETINGKAT PROVINSI / GUBERNUR”. Sehingga membuat skor Putusan MK menjadi 5-4: 5 mengabulkan gugatan.

Kalau sampai DPR menggunakan hak angket, maka krisis konstitusi akan menjadi semakin nyata dan semakin dekat. Konflik politik sepertinya tidak terhindarkan.

#IndonesiaKrisisKonstitusi

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *