Masalahnya Bukan Tidak Bisa Makan Siang

Masrifan Djamil (foto istimewa)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Pemecahannya jangan makan siang kepada siswa

 Oleh: Dr. dr. Masrifan Djamil, MPH., MMR (Doktor ilmu kedokteran, dokter, ahli kesehatan masyarakat dan manejemen RS, aktivis sosial kemasyarakatan dan dakwah, tinggal di Semarang)

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hajinews.co.id — Menarik sekali ada ide makan siang untuk anak sekolah (https://www.msn.com/id-id/ekonomi/ekonomi/program-makan-siang-gratis-prabowo-butuh-rp-400-t-duitnya-dari-mana/ar-AA1jAnJL?ocid=msedgntp&pc=HCTS&cvid=bf8509aea54a4e958556f0e0e5d9291e&ei=17) dari sebuah Partai atau Capres. Senang mendengarnya, karena semua manusia pasti senang kalau diberi makan.

Rasulullah SAW pada saat hijrah, ketika berpidato pertama, apa yang disampaikan? “Wahai manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, dirikanlah shalat ketika manusia pada tidur, Engkau akan memasuki surga dengan damai”. Jadi memberi makan memang ibadah utama yang harus dilakukan umat Islam. Barangkali juga bangsa kita, setiap event ada makan-makannya.

Sebentar. Akal sehat kita harus bekerja. Tidak membebek saja, mengatakan bagus, lalu bergerak ayo kita kerjakan. Dalam berita online yang direlease KATADATA itu juga mempertanyakan darimana dana 400 T untuk program bagus itu.

Ingat program bagus belum tentu tepat. Lihat program Kereta Cepat, membengkak terus biayanya, lalu tidak laku karena tiketnya mahal, penumpang masih harus pindah kereta untuk mencapai Bandung. Maka kereta cepat menjadi kereta lambat dan bertele-tele.

 

STASIUN CENTRAL NEW YORK

Membangun itu suatu kontinuum, berdasar masalahnya apa, tujuannya apa, direncanakan dengan sangat cermat, teliti, komprehensif, berjangka waktu tertentu. Jangka pendek, menengah atau panjang. Lalu dikerjalan dengan bermutu program atau proyeknya (penjabarannya).

Pembangunan atau Program bukan sepotong-sepotong. Jika melanggar kaidah ini, hasilnya tentu tidak seperti harapan. Kita lihat hasil-hasil pembangunan yang hebat di dunia. Ada Pelabuhan di Amsterdam Belanda yang kabarnya kayu ulin-nya dari Indonesia atau Sulawesi, sampai sekarang masih bagus.

Pembangunan Bendungan laut karena permukaan tanah di Belanda lebih rendah dari lautan, kokoh sampai sekarang. Stasiun Sentral di New York bagus untuk dicontoh, karena bukan suatu terminal, tetapi stasiun terpadu. Ada stasiun KA, stasiun Bus, pangkalan Taxi, sekaligus pasar atau mall, menyatu secara bagus, memudahkan rakyat penggunanya. Tentu itu semua memerlukan akal sehat, akal cerdas, pengalaman handal, dari semua disiplin yang terkait, utamanya para penentu kebijakan (The man behind the gun, pemimpin dalam Pemerintahan).

 

GORONG-GORONG MACET

Sebaliknya di negeri kita sepertinya orientasinya pokoknya ada proyek, antara lain tujuannya untuk memutar roda ekonomi. Banyak daerah latah karena BAPPEDAnya mungkin seragam. Contohnya ramai-ramai membuat Terminal di suatu Kota. Alasannya pengembangan kota.

Maka hampir semua daerah dibangunlah terminal amat besar, tetapi jauh terpisah dari stasiun bus dalam kota dan ANGKOT yang ada di jantung kota (down town). Maka rakyat menolak dengan serentak, dengan aksi tidak mau menggunakan terminal hebat itu, didukung sopir-sopir bus dan angkotnya. Alhasil terminalnya kosong, padahal habis trilyunan rupiah.

Jalan beton juga menjadi masalah. Menteri PU jaman lalu menyampaikan di TV (saya menyimak langsung) bahwa jalan beton itu solusi. Solusi jalan bergelombang karena tanah bergerak, solusi aspal rusak karena panas dan hujan. Dan dikatakan, tahan sampai 15 tahun.  Faktanya belum 5 tahun jalan beton rusak. Karena campuran semennya (akibat dikorupsi) atau karena tonase kendaraan? Ilmu dan teknologi harus menjangkau, kalau tidak maka seperti mengobati dengan obat yang sama, padahal penyakit tidak sembuh.

Contoh lainnya, ada rehab gorong-gorong menggunakan pendekatan gaya Indonesia, dimana Proyeknya per-tahun, pemborongnya beda-beda tiap tahun. Apa yang terjadi? Terjadi banjir di hulu, karena ketinggian dan lebarnya saluran beda-beda tiap tahun. Kata orang, saluran yang dulu dibangun Belanda sangat bagus, air mengalir lancar, tak ada sisa atau genangan sama sekali di segmen manapun.

 

MASALAHNYA TIDAK MAMPU SEKOLAH, TIDAK BISA BELI HP SMART, DIJAWAB MAKAN SIANG

Memberi makan siang bagus saja, tetapi apa menjawab masalah yang dialami rakyat? Bukankah masalahnya sama dengan kesehatan? Di daerah remote langka guru, apalagi guru yang baik. Sama kan dalam bidang kesehatan? Langka perawat dan dokter Puskesmasnya, miskin sarana dan prasarana, makin remote, makin besar masalahnya. Bupati dan Gubernur luput melihat masalah itu, padahal itu kebutuhan pokok rakyat.

Kita telaah, masalahnya apa dalam pendidikan dan kesehatan? PEMERINTAH (pusat) belum memeratakan pembangunan di semua wilayah Indonesia secara hakiki. Dulu dicoba INPRES, bagus hasilnya. Kabarnya hasil Puskesmas dan SD INPRES ditulis oleh ahli asing dan mendapat penghargaan Nobel (untuk penelitian dan tulisannya). Harusnya hal yang bagus ini dikuatkan dengan Undang Undang, sehingga bersifat memaksa semua pihak, atau wajib (obligation, compulsory), tak bisa ditolak, sekaligus sebagai indikator kinerja Pemerintahan atau Pejabatnya, baik Pusat, Provinsi atau Daerah.

Masalah berikutnya sebagai akar masalah pendidikan anak Indoensia adalah penghasilan orang tuanya, menyebabkan pendidikan berhenti di SD, SMP jarang yang sampai SMA atau bahkan diajak kerja, alias tak bisa sekolah. Saya kuliah di Manila tahun 1989, rata-rata penduduk Filipina sudah berpendidikan SMA/SLA, 43 tahun kemudian di negeri kita, rata-rata pendidikan penduduk bagaimana? Mari kita simak dari data yang ada.

 

Penduduk Indonesia 277,75 juta (2022, Data Kemendagri), yang belum tamat SD sebanyak 30,89 juta jiwa atau 11%.

  • Lulusan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 64,3 juta jiwa atau 23,2%
  • Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 40,21 juta atau 14,5% (kalau yang belum sekolah dan yang drop out, lulusan SD dan SMP dijumlah menjadi 48,7%, besar kan? Separo penduduk kita, pantas maunya amplop kalau PEMILU)
  • Lulusan SMA atau SMK (SLA) sejumlah 58,57 juta jiwa atau 21,1%
  • Lulusan S1 sebanyak 12,44 juta jiwa atau 4,5%, lulusan D3 sebesar 3,56 juta jiwa atau 1,3%.

 

Jadi masalah atau penyebab kurang pendidikan adalah rendahnya pendapatan penduduk, karena pendidikan rendah. Pendapatan penduduk akar masalahnya tentu adalah pendidikan masyarakat (pengetahuan dan skill-nya), banyaknya kesempatan kerja dan jenis pekerjaan serta besarnya upahnya (gajinya). Kita diberi informasi, ketimpangan dalam kakayaan penduduk RI, ada orang yang jumlahnya sedikit tetapi kekayaannya amat spektakuler, atau pekerja asing masuk, menggeser kesempatan kerja penduduk sendiri.

Hasil penelitian IQ penduduk Indonesia juga menunjukkan negeri kita bermasalah, yakni 78,49 IQ rata-rata penduduk RI, hanya di atas Myanmar saja, selebihnya di bawah negara ASEAN. Karena masalah IQ ini, sekolahpun bisa berhenti di tengah jalan.

Kalau ditelaah akar masalahnya mungkin ada di kesehatan PUS (Pasangan Usia Subur) yang mungkin kurang gizi, maka ketika hamil memproduksi bayi (anak) yang kurang gizi, walhasil kurang bermutu, salah satunya IQ nya mungkin rendah. Hal ini terjadi karena sistem kesehatan kita belum merata, menumpuk di Kota Besar, dst. Mengapa? Karena regulasinya tidak ada, UU Kesehatan yang dilahirkan kemarion malah luput, tidak mewajibkan Pemerintah mendistribusikan secara merata tenaga kesehatan, dan yang di daerah wajib menyiapkan sarana dan prasarananya. Maka lemahnya pelayanan kesehatan dan upaya kesehatan masyarakat ini mengakibatkan kesehatan masyarakat Indonesia kurang optimal, pada gilirannya menyebabkan kurang gizi dst termasuk IQ rendah.

Ruwet kan? Maka mari kita benahi masalahnya dulu, dengan PEMILU 2024 adalah peluang, bila terpilih anak bangsa kita yang terbaik. Bisakah di jaman politik uang yang telanjang bulat ini terjadi?

Kalau Pemerintah dan Pelakunya (pejabatnya) konsisten dengan Pembukaan UUD 1945, yang salah satu tujuan dibentuknya negeri kita adalah mencerdaskan kehidupan bangsa,  tetapi yang lebih mendasar kita atasi masalah-masalah bangsa di atas, secara berkelanjutan, tuntas. Maka Program (solusi) nya tentu bukan memberi makan siang siswa sekolah.

 

*) Doktor ilmu kedokteran, dokter, ahli kesehatan masyarakat dan manejemen RS, aktivis sosial kemasyarakatan dan dakwah, tinggal di Semarang.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *