Disway: Mimpi Sungai

Mimpi Sungai
Dahlan Iskan menemani tamu-tamunya dari tiga negara yang berkunjung ke Surabaya.--
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dahlan Iskan

Hajinews.co.id – SAYA sudah menduga: akan digosipkan para perusuh Disway. Yakni soal tulisan-tulisan di Disway dua hari terakhir: kenapa begitu pendek.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Indikasinya: saya mimpi menyeberangi sungai dengan air tipis yang bergemercik. Untungnya tidak ada kejadian digigit ular di sungai itu. Juga tidak ada adegan terjatuh ke air ketika saya seperti terpeleset batu kecil. Dalam mimpi itu saya bisa menyeberangi sungai dengan celana dan sepatu baru yang tetap kering.

Mimpi itu penanda bahwa ternyata saya juga takut perusuh –di samping takut istri. Sampai terbawa ke mimpi.

Sebenarnya saya ingin membela diri atas gosip itu. Ketua MK saja bisa membela diri, masak saya tidak. Tapi saya urungkan. Mungkin saya akan pilih menggugat saja para perusuh itu lewat PTUN.

Isi gugatan akan berbentuk permintaan pengesahan pasal ini:  ”menulis pendek lebih berat dari menulis panjang”. Hakim harus memutuskan dengan kalimat amar seperti itu.

Ini ilmiah –meski tanpa penelitian. Saya bisa menulis panjang karena yang ditulis ada. Bahan yang akan ditulis tersedia. Lengkap. Bagus. Dramatis. Penuh human interest. Banyak unsur konfliknya. Mengandung hal-hal yang baru.

Menulis panjang seperti itu mudah. Sambil menonton Piala Dunia pun bisa.

Tapi bayangkan kalau suatu hari tidak punya bahan tulisan sama sekali. Tidak pula ada yang membantu belanja bahan. Waktu belanja pun tidak ada. Malam pun kian malam. Stres. Panik. Malu. Jadi satu. Hasilnya: tulisan pendek.

Jelaslah menulis pendek lebih berat dari menulis panjang. Harusnya, di setiap tulisan pendek disertai ilustrasi meme jidat benjol ketabrak tiang listrik. Lebih pusing.

Sebenarnya saya sudah hampir pasti bangun setiap pukul 03.00. Ada waktu untuk menulis. Tapi saya harus minum air putih dulu. Air hangat: suhu 45 derajat. Saya belikan istri teko kaca digital yang kalau disetel 45 derajat airnya akan selalu 45 derajat.

Itu minum untuk obat pertama. Lalu ke toilet dan lain-lain. Setengah jam kemudian minum 45 derajat lagi. Untuk obat kedua.

Maka pukul 04.00 saya sudah tahu: punya bahan tulisan untuk edisi besok atau tidak.

Kalau sudah punya bahan, saya tenang. Bisa ditulis jam berapa saja. Tinggal tulis. Kalau belum punya bahan saya juga tenang: nanti siang kan bisa dapat bahan.

Kadang siangnya bisa dapat bahan beneran. Kadang tidak. Kalau sampai tengah hari belum dapat bahan saya juga tenang: nanti sore akan dapat. Kalau sore belum dapat, masih juga tenang: nanti malam akan dapat.

Ketika sampai pukul 20.00 belum dapat bahan, barulah mulai meriang. Telepon sana-sini. Sekuat-kuat keinginan untuk nonton Piala Dunia hanya bisa saya lakukan dengan cara melirik layar TV. Itu pun kalau teriakan komentatornya lagi memprovokasi.

Persoalannya: saya punya pekerjaan pokok. Misalnya hari tulisan pendek itu. Pukul 05.00 saya sudah harus siap-siap olahraga. Lalu ada rapat umum pemegang saham. Saya sendiri yang minta: pukul 07.30. Mereka menawar pukul 08.30. Saya tidak bisa. Harus ke bandara. Ada tamu yang harus dijemput. Dari luar negeri. Dari tiga negara. Mereka kumpul di Singapura agar bisa berangkat bersama.

Dalam keadaan normal saya bisa menulis di dalam mobil. Kang Sahidin yang pegang setir. Kali ini tidak bisa. Setir harus saya pegang sendiri. Tamunya empat orang.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *