Gencatan Senjata Jalan Terbaik

Gencatan Senjata Jalan Terbaik
Abdillah Onim dan keluarga
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Ahmad Ibrahim

Hajinews.co.id – Nama Abdillah Onim bukan orang baru. Lahir dan besar di Galela sebuah distrik di ujung utara Jazirah Pulau Halmahera, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara, 12 Juni 1979, sejak 24 tahun terakhir ia telah malang melintang sebagai aktivis kemanusiaan. Keluarga Abdillah Onim merupakan kerabat dekat saya di kampung. Berikut ini petikan wawancara saya bersama Galela Manyawa yang beristrikan warga Jabaliyah, Gaza Utara, Palestina itu, Minggu malam, Jakarta, (26/11/23).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Awal mula Anda tiba di Palestina sejak kapan?

Saya tiba di Palestina tahun 2008. Saat itu saya bergabung bersama aktivis kemanusiaan di Lembaga Kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) yang kala itu dimotori tokoh pejuang kemanusiaan Indonesia Almarhum dr.Jozerizal. Tahun 2000 saya telah aktif pada kegiatan kemanusiaan di Maluku Utara dan saat itu juga saya telah bergabung dengan MER-C ketika mereka melakukan misi kemanusiaan akibat konflik komunal di Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara. Tahun itu juga saya hijrah dari Galela kemudian ke Jakarta kuliah di Kampus Muhammadiyah Universitas Prof HAMKA. Selesai S1 pada Fakultas Syariah Jurusan Ekonomi dan Perbankan Syariah. Saat ini saya adalah Ketua Dewan Pembina Lembaga Filantropi Nusantara Palestina Center.

Dari pengalaman selama menjadi aktivis kemanusiaan di Palestina pengalaman mana yang paling menegangkan?

Sejak tiba di Palestina tahun 2008 ada beberapa peristiwa besar. Selain perang terbaru yang meletus 7 Oktober 2023, sebelumnya ada pula peristiwa yang mengerikan yang saya alami saat insiden di atas kapal Mavi Marmara. Yang pasti selama saya di Palestina belum ada peristiwa besar seperti perang yang terjadi sejak bulan lalu itu. Perang yang telah memakan waktu lebih sebulan dan telah menewaskan 12.000 warga Gaza tersebut termasuk peristiwa paling menegangkan dan menakutkan untuk keselamatan nyawa kita. Kematian yang saya maksudkan ketika hendak keluar dari Gaza untuk kembali ke Indonesia, misalnya, saya bersama istri Ibu Rodja dan ketiga anak Filind, Nusantara, dan Bahari harus 20 kali bolak-balik barulah tembus ke daerah perbatasan di Mesir. Mobil kami sempat ditembak tapi Alhamdulillah kami selamat. Sementara diluar sana di jalan-jalan mayat-mayat tergeletak.

Jadi, perang yang terjadi sejak Oktober 2023 itu termasuk perang paling dahsyat?

Iya, sebab selama lebih 40 hari terjadinya pertempuran itu telah menewaskan lebih 12.000 warga Gaza. Perang ini juga mengakibatkan ribuan rumah dan bangunan-bangunan vital hancur. Begitupun fasilitas-fasilitas umum milik pemerintah dan swasta baik sekolah, pabrik roti, fasilitas air minum, rumah sakit termasuk masjid dan gereja ikut terbakar dan hancur akibat serangan yang dilakukan oleh penjajah Israel hingga melumpuhkan perekonomian di Jalur Gaza.

Di kampungnya di Galela keluarga Abdillah Onim adalah keluarga sederhana. Ayahnya bernama Ismail Surat –saya biasa memanggilnya Om Mael– dan ibunya Bibi Marawiah sehari-hari bekerja sebagai buruh-tani. Ayah Abdillah Onim juga seorang penjaga gudang kopra dan juga orang kepercayaan yang pemilik gudang itu tidak lain warga keturunan bernama Ko Tan Tjun dan Ko Tan Hoat di Pelabuhan Galela. Saban hari bila hendak ke gudang saat bongkar muat barang dan ribuan ton kopra di Pelabuhan Galela baik yang hendak diangkut ke Ternate atau ke Surabaya ayahnya selalu melintasi rumah saya.

Pun ketika para petani yang datang dari pedalaman dan pesisir pantai yang hendak menjual kopra untuk dibawa ke gudang, saat melintasi jalan raya ayah Abdillah Onim selalu bercengkrama dengan ayah saya H.Djafar Ibrahim yang juga tidak lain adalah Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Galela. Sebuah organisasi perburuhan yang memayungi para pekerja buruh di Pelabuhan Galela. Untuk mengetahui berat timbangan kopra sebelum dilakukan transaksi pembayaran oleh sang majikan Tan Ko Tjun dan Tan Ko Hoat harus lebih dulu dilakukan timbangan oleh orang kepercayaannya itu alias Om Mael. Setelah mendapat disposisi dari ayah Abdillah Onim itulah dilakukan pembayaran oleh sang majikan. Kegiatan semacam itu sudah berlangsung puluhan tahun jauh sebelum konflik komunal menerpa daerah itu.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *