Kuat Dugaan Jokowi Lakukan Obstruction of Justice, PBHI: Kami Sarankan DPR Lakukan Impeachment

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id — Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia (PBHI), Julius Ibrani, meminta DPR melakukan impeachment atau pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, Jokowi diduga telah melakukan tindak pidana obstruction of justice atau menghalangi penyidikan dalam kasus mega korupsi proyek e-KTP.

“Kami menyarankan (Jokowi) di-impeachment, bukan hanya interpelasi. Kami menyarankan DPR RI melakukan impeachment,” ujar Julius saat dihubungi, Ahad (3/11/2023).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Julius menuturkan, tidak ada dasar hukum maupun etik yang memperbolehkan Jokowi meminta Ketua KPK kala itu, Agus Rahardjo, untuk menghentikan penyidikan terhadap eks Ketua DPR RI Setya Novanto. Kala itu, Setya Novanto (Setnov) adalah Ketum Golkar dan menjabat Ketua DPR RI.

“Artinya setiap bentuk pertanyaan terhadap perkara, setiap bentuk intip-intipan terhadap perkara itu harus dianggap sebagai bukan hanya intervensi, tapi perbuatan menghalang-halangi proses hukum,” ujarnya.

Julius mengatakan, peristiwa yang diceritakan Agus Rahardjo pada saat itu, terjadi sebelum revisi undang-undang KPK. Sehingga, ketika presiden memanggil komisioner KPK lalu menanyakan perkara atau kasus yang ditangani KPK, menurutnya sebagai bentuk intervensi terhadap independensi dan objektivitas pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK.

Diketahui, dalam wawancara dalam program Rossi di stasiun televisi nasional, Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil Jokowi ke Istana Negara, Jakarta. Kala itu, Agus menyebut Jokowi marah dan meminta kasus korupsi E-KTP yang menjerat Setnov dihentikan.

Namun, Agus menyebut tidak bisa melakukan itu lantaran KPK tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan perkara. Dalam proses hukum selanjutnya, Setnov divonis terbukti korupsi dan dijatuhi hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp500 juta.

Eks Ketum Golkar ini juga diminta membayar uang pengganti sebesar US$7,3 juta. Hak politiknya juga dicabut selama lima tahun.

Terkait dengan impeachment, Julius mengingatkan DPR bisa menjadi target pelemahan selanjutnya oleh Jokowi, meski saat partai yang duduk di DPR mejadi mitra berkoalisi. Sebab, dia berkata, Jokowi sudah berhasil menghancurkan lembaga sebesar KPK.

“Bukan berarti Jokowi selanjutnya bisa menghancurkan DPR RI lewat UU MD3 dan lain-lain. Sedangkan partai besar yang membesarkan dia saja bisa dia khianati. Apa jaminan ke depan partai yang memenangkan dia atau anaknya tidak dia khianati,” ujar Julius.

“Publik perlu terbuka mata dan telinganya mendapat informasi yang penting seperti ini sehingga anggaran negara bobrok hancur karena korupsi, tapi tidak bisa ditangani oleh KPK karena sengaja didesain untuk dibunuh,” sambung Julius.

Lebih lanjut, Julius menegaskan, Jokowi secara sistematis telah membunuh KPK. Hal itu terlihat dari revisi UU KPK yang membuat KPK menjadi di bawah presiden. Intervensi terhadap perkara yang ditangani KPK seperti kasus E-KTP juga memperkuat hal tersebut.

Bahkan, Julius membeberkan Jokowi pernah memanggil tiga ahli hukum, yang salah satunya kini sudah menjadi hakim MK guna bertanya apakah Setnov tidak bersalah.

“Teman-teman perlu tahu juga ada tiga ahli hukum yang dipanggil ketika itu. Tiga ahli hukum yang dipanggil ini pertanyaanya juga sama tanpa ada pengantar terlebih dahulu dari Presiden Joko Widodo. Jadi langsung di tembak ‘Setya Novanto tidak bersalah kan?,” kata Julius.

“Ketiganya kompak menjawab jelas bersalah dengan berbagai penjelasan,” ujarnya menambahkan.

Julius menjelaskan KPK adalah lembaga independen, bukan di bawah kekuasaan politik subordinasi manapun yang bekerja dalam penegakan hukum, secara spesifik terkait dengan tindak pidana korupsi.

Oleh karena itu, Julius berkata KPK yang menjalankan fungsi ajudikasi tidak boleh mendapat intervensi dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi oleh lembaga lain.

“Sama seperti proses hukum manapun, dia (KPK) tidak boleh ditanyain, diintervensi, diintip-intip segala macam, tidak boleh. Dan seluruh kinerjanya, dokumennya merupakan rahasia negara. Seperti BAP, bukti-bukti, keterangan-keterangan dan segala macamnya,” papar Julius.

sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *