Akhir Kepemimpinan Jokowi: Mendarat Mulus Atau ‘Crash Landing’?

Akhir Kepemimpinan Jokowi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Pernyataan Agus akhirnya memang mengusik Istana. Presiden Jokowi sendiri sudah bereaksi, meski dipandang banyak pihak lambat dan belum memberikan kejelasan. Terhadap pernyataan Agus itu, Senin (4/12) lalu Jokowi mempertanyakan motivasi Agus. “Terus untuk apa (kasus Setya Novanto) diramaikan itu? Kepentingan apa diramaikan itu? Untuk kepentingan apa?” kata  Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta.

Jokowi meminta publik melihat kembali pemberitaan pada November 2017. Pada saat itu, Jokowi menegaskan bahwa dirinya telah meminta agar Setnov menjalani proses hukum yang berjalan di KPK. “Coba dilihat. Dilihat di berita-berita tahun 2017, di bulan November, saya sampaikan saat itu Pak Novanto, Pak Setya Novanto ikuti proses hukum yang ada, jelas. Berita itu ada semuanya,” kata Presiden. Ia juga meminta publik melihat bahwa proses hukum terhadap Setnov terus berjalan, dengan mendapatkan vonis hukuman penjara 15 tahun.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Jokowi bahkan menyanggah adanya pertemuan dengan Agus tersebut. “Saya suruh cek. Saya (itu) sehari kan (menghadiri) berapa puluh pertemuan. Saya suruh cek di Setneg, nggak ada. Agenda di Setneg, nggak ada. Tolong dicek lagi aja,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (4/12).

Sementara mengenai tudingan Sudirman Said, yang menguatkan pernyataan Agus, klarifikasi dilakukan Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana. Ari menegaskan, Jokowi tidak pernah memarahi Sudirman karena melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), 2015 lalu. “Tidak benar Presiden Jokowi memarahi Sudirman Said karena melaporkan Setya Novanto (ketua DPR saat itu) ke MKD,” ujar Ari dalam keterangannya, awal bulan ini. Namun, meski membantah, Istana tidak melakukan langkah hukum apapun terhadap Agus Rahardjo.

Kini, mungkinkah DPR—seperti kata Feri Amsari—punya nyali untuk menggulirkan hak mereka, interpelasi, hak angket, atau hak menyatakan pendapat, yang mungkin saja berujung pada pemakzulan? Mungkinkah DPR, yang konon lebih dari setengahnya dihuni kalangan pengusaha yang sering dibilang pragmatis itu, mau mengajukan permintaan kepada MK, setelah  menggalang dukungan sekurang-kurangnya dua pertiga jumlah anggota yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya dua per tiga jumlah keseluruhan mereka? Sejarah akan mencatat. Entah dengan tinta emas atau dengan bau yang menyengat di sepanjang kehidupan bangsa ini ke depan.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *