Cerdas Menurut Nabi: Bisa Mengendalikan Diri dan Beramal Saleh Untuk Akhirat

Cerdas Menurut Nabi
ilustrasi: Cerdas
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.idKata “cerdas ” berasal dari bahasa Latin yang menjadi kata dalam bahasa Indonesia yang berarti “memahami”, “mengumpulkan”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cerdas adalah kata sifat yang artinya: perkembangan pikiran yang sempurna, baik untuk berpikir, memahami, memahami, dll.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kecerdasan juga berarti memiliki pikiran yang tajam.

Orang yang cerdas adalah orang yang mengumpulkan dan memahami informasi dengan mudah; Orang dengan kemampuan berpikir yang baik memahami segala sesuatu dengan cepat.

Rasulullah SAW memberikan definisi unik tentang cerdas

Dalam suatu riwayat Nabi SAW menyebut orang yang cerdas adalah orang mereka yang mempersiapkan diri dan mempersiapkan bekal setelah mati.

Yang demikian disebut sebagai orang cerdas.

Nabi Bersabda:

“Orang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati.” (HR at-Tirmidzi).

Dalam hadis lain:

Rasulullah SAW ditanya oleh salah seorang Anshar yang dibawa Ibnu Umar menemuinya “Wahai Nabi siapakah orang yang paling cerdas dan mulia?”

Beliau menjawab, “Orang yang paling banyak dalam mengingat mati dan dan paling siap menghadapinya. Merekalah yang paling cerdas. Mereka pergi dengan membawa kemuliaan di dunia dan kehormatan di akhirat. (HR at-Tirmidzi).

Dalam Islam, dunia adalah sementara dan sifatnya fana. Kehidupan sebenarnya dan abadi adalah kehidupan setelah di dunia atau setelah kematian.

Bekal terbaik agar bahagia dalam kehidupan setelah hidup di dunia adalah bekal takwa. Sebaik-baik bekal adalah takwa.

Firman Allah SWT Surat Al Baqarah 197 :

وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ

Artinya :
“Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.”

Definisi Takwa menurut Umar bin Khatab, seperti percakapan indah dua sahabat Umar bin Khattab RA dan Ubay bin Ka’ab ini.

Umar yang meriwayatkan atsar ini bertanya kepada Ubay, “Wahai Ubay, apa makna takwa?” Ubay yang ditanya justru balik bertanya. “Wahai Umar, pernahkah engkau berjalan melewati jalan yang penuh duri?” Umar menjawab, “Tentu saja pernah.” “Apa yang engkau lakukan saat itu, wahai Umar?” lanjut Ubay bertanya. “Tentu saja aku akan berjalan hati-hati,” jawab Umar. Ubay lantas berkata, “Itulah hakikat takwa.”

Percakapan yang sarat akan ilmu. Bukan hanya bagi Umar dan Ubay, melainkan juga bagi kita yang mengaku manusia bertakwa ini. Menjadi orang bertakwa hakikatnya menjadi orang yang amat berhati-hati. Ia tidak ingin kakinya menginjak duri-duri larangan Allah SWT.

Keutaamaan sifat Takwa disebutkan dalam banyak ayat al Quran diantarannya surat alHujurat ayat 13, Firman Allah swt :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ
أَتْقَىٰكُمْ

Artinya :
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu”.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *