Memaknai Pernyataan Megawati “Orde Baru Akhirnya Juga Jatuh”

Orde Baru Akhirnya Juga Jatuh
Megawati Soekarnoputri
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Andang Subaharianto, Dosen Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Hajinews.co.id – JUDUL esai ini mengutip pernyataan Megawati Soekarnoputri saat berpidato dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-51 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dipimpinnya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Maaf beribu maaf, toh Orde Baru akhirnya juga jatuh,” kata Megawati (Kompas.com, 10/01/2024).

Saya berusaha menyimak dengan baik pidato Presiden RI ke-5 itu. Saya menduga berisi hal-hal substansial terkait dengan perpolitikan Tanah Air menjelang Pemilu 2024. Baik yang ditujukan kepada kader-kader PDIP maupun kalangan lain.

Baru yang ke-51 ini HUT PDIP tak dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang notabene kadernya. Sejak Jokowi berhasil diantarkan menjadi presiden oleh PDIP, ia selalu hadir saat HUT partai politik (parpol) asuhan Megawati itu.

Meski ada alasan resmi (karena sedang kunjungan luar negeri), ketidakhadiran Jokowi menegaskan posisi politik mutakhir Jokowi dan PDIP. Tak lain penegasan titik pisah.

Kita tahu titik pisah Jokowi dan PDIP terjadi menyusul pencalonan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto.

Sementara itu, PDIP mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres) yang berpasangan dengan Mahfud MD sebagai cawapres.

Tentu saja posisi politik mutakhir itu akan menjadi materi penting bagi Megawati. Baik buat kader-kadernya maupun bangsa Indonesia pada umumnya.

Saya membaca banyak kritik-reflektif dilontarkan Megawati pada pidato HUT PDIP ke-51. Mengritik tindakan politik yang dianggap tidak patut, seperti mempermainkan hukum untuk meraih kekuasaan.

Sekaligus mengingatkan bahwa kekuasaan itu tidak langgeng. Mengingatkan bahwa performa PDIP hingga 51 tahun bukan kerja elitis oleh seseorang (presiden atau menteri) melainkan berkat kecintaan akar rumput (rakyat) yang dicapai melalui kerja keras para kader. Bukan tiba-tiba PDIP menjadi seperti hari ini, melainkan bercucuran keringat.

Maka, saya membaca, lebih dari sekadar pidato politik ketua umum parpol, pidato pada HUT PDIP ke-51 itu terkesan sebagai pidato seorang “guru bangsa”.

Bukan sekadar kritik, tapi berisi petuah penting dari hasil refleksi atas pengalaman panjang Megawati menggeluti dunia politik dan kekuasaan.

Proses panjang itu bukan mulus-mulus saja, meski menyandang status anak Bung Karno (presiden pertama), melainkan justru statusnya sebagai anak Bung Karno membuat jalannya terjal berliku, banyak tikungan tajam, dan naik-turun.

Petuah-petuah itu bukan hanya buat para kader PDIP untuk menghadapi Pemilu 2024, tapi tak kalah penting justru buat bangsa Indonesia.

Lebih khusus lagi buat para elite politik, pemegang kekuasaan di lembaga-lembaga negara, tak terkecuali TNI, Polri, ASN, penyelenggara pemilu, yang sebagian besar adalah generasi yang melewati sejarah politik Indonesia episode “tumbangnya Orde Baru”.

Megawati punya bahan dan hak menyampaikan kritik dan petuahnya. Ia adalah politikus paling senior saat ini.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *