Matinya BEM Unhas

Matinya BEM Unhas
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Mulawarman, Jurnalis, Alumnus Unhas

Hajinews.co.id – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unhas mati? Pernyataan ini boleh jadi bagi sebagian orang cukup hiperbolik, mengingat besarnya harapan masyarakat akan power gerakan mahasiswa.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Betapa tidak, saat sebagian mahasiswa di sejumlah daerah, terutama di Jawa aktif berbicara menyuarakan suara kritis generasinya dan publik, menolak politik dinasti rezim Jokowi yang diyakini mahasiswa akan mematikan demokrasi di NKRI.

Mahasiswa Unhas, tidak kunjung terdengar suaranya, meski sayup-sayup, karena BEM Unhas tengah mati suri.

Yang memprihatinkan, BEM Unhas mati suri, bukan karena ulahnya sendiri, tapi dipaksa untuk mati suri oleh “tangan-tangan” pejabat-pejabat universitas yang notabene akademisi Unhas.

Universitas merekayasa eko sistem lingkungan akademik dan kemahasiswaan di kampus, agar tidak ada ruang dan peluang untuk tumbuh berkembangnya minat dan motivasi mahasiswa untuk aktif berorganisasi dan berlembaga, menghidupkan BEM Unhas.

Akibatnya, organisasi intra kampus itu, sepi peminat lalu kemudian non aktif hingga pada akhirnya BEM Unhas mati suri mejemput ajalnya.

Bila BEM yang selama ini jadi wadah pembelajaran dan kritisisme mahasiswa hilang, maka sulit rasanya menaruh harapan pada kampus menjadi lokomotif perubahan.

Tulisan ini akan menyoroti sisi lain BEM Unhas yang tengah menunggu ajalnya.

Faktor-faktor yang berada di belakangnya, serta langkah yang perlu diambil agar spirit agent of change itu tetap tumbuh di lingkungan akademik di kampus Tamalanrea.

BEM dan Ruang Aktualisasi Mahasiswa

BEM yang sejak awal pendiriannya, diniatkan menjadi wadah bagi aktivisme mahasiswa di internal kampus, mengalami pasang surut. Mulai dari Dewan Mahasiswa (Dema) pada saat Orde Lama.

Kemudian Senat Mahasiswa di masa orde Baru, hingga menjadi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di masa reformasi.

Di Unhas, Dema-nya pernah sangat aktif dan melahirkan banyak tokoh nasional.

Sebut saja, Tadjuddin Noor Said, Marwah Daud Ibrahim, Jusuf Kalla, Prof Paturusi, Husni Tanra, Taslim Arifin, Madjid Sallatu dan tokoh-tokoh nasional alumni Unhas lainnya.

Kemudian pada saat diberlakukan NKK/BKK di saman Orde Baru yang berubah nama menjadi Senat Mahasiswa, tak kalah banyaknya tokoh dan aktivis yang lahir dari organisasi kemahasiswaan Unhas.

Sebut saja, Iqbal Latanro, Amran Razak, Andi Rudiyanto Asapa, Betma Kuruseng, Hamid Paddu, Yayat Pangerang. Hingga menjelang reformasi, banyak para aktivis mahasiswa Unhas yang turun ke jalan memimpin demonstrasi menumbangkan rezim.

Pembungkaman Orde Baru melalui NKK/BKK, nyatanya tidak lantas menghilangkan daya kritis mahasiswa-mahasiswa Unhas.

Mengingat hal itu turut dirawat oleh para aktivis dan dosen muda yang banyak berasal dari aktivis mengawal kritisisme itu.

Hubungan patron senior dan junior, mahasiswa dan dosen memberikan kesadaran dan pendidikan kritis bersama-sama dalam menghadapi otoritarian Orde Baru.

Reformasi menumbuhkan harapan baru bagi organisasi mahasiswa seperti BEM Unhas dalam mengakselerasi kritisisme mahasiswa.

Hanya saja, harapan itu dicemari oleh tindakan yang kontraproduktif, BEM Unhas kerap kali demo rektorat dan BEM Unhas tidak mampu hilangkan tawuran mahasiswa.

Hampir setiap tahunnya, terjadi tawuran mahasiswa antar fakultas di Unhas. Buntutnya, BEM Unhas mendapatkan citra kurang baik.

Sejurus dengan itu, terbangun dan bermunculan opini dan narasi, mulai BEM tidak lagi efektif sebagai wadah kegiatan mahasiswa, BEM hanya membuat gaduh di kampus, kampus tidak tenang, BEM bukan samannya, dan mahasiswa Unhas sudah tidak butuh lagi BEM.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *