Arahan Pilpres di Tubuh PBNU, Gus Ipul: Boleh Dong. . .

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menepis kabar Rais Aam PBNU, Miftachul Akhyar memerintahkan pengurus wilayah memenangkan paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Miftachul santer dikabarkan memberi arahan tersebut pada pertemuan PBNU dengan ketua pengurus wilayah dan cabang, baik syuriyah maupun tanfiziah se-Jawa Timur pada 7 Januari lalu, di Surabaya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Ada pertemuan? Betul ada pertemuan. Apakah rais aam meminta agar semua sa’mina wa atho’na, tidak betul,” kata Sekretaris Jenderal PBNU, Saifullah Yusuf, atau Gus Ipul, kepada Kompas.com, Jumat (19/1).

“Tidak ada pernyataan ‘sekali ini saja harus nurut rais aam. Kita dengarkan apa yang disampaikan rais aam’. Tidak ada rais aam (meminta-Red) ‘kamu harus sa’mina wa atho’na sama saya’, tidak ada. Kami (PBNU-Red) yang ngomong ‘kita sa’mina wa atho’na’,” sambungnya.

Gus Ipul menuturkan, hal itu dibuktikan bahwa dalam lingkup kepengurusan PBNU, terdapat pengurus yang mendukung capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD, contohnya Yenny Wahid.

Ia juga mengungkit soal kasus pembekuan Pengurus Wilayah NU (PWNU) Riau yang belakangan mendeklarasikan dukungan untuk Prabowo.

Menurut dia, setiap kiai dan pengurus PBNU boleh-boleh saja memilih calon sesuai dengan kehendaknya.

“Jadi kalau ngomong sa’mina wa atho’na, memaksa menggerakkan, itu tidak betul,” ujarnya.

“Rais aam hanya memberikan arahan yang harus dipahami oleh cabang dan wilayah. Kalau ada (pengurus-Red) cabang yang salah paham, berarti memang cabang/wilayahnya sudah punya kepentingan, tidak bisa objektif lagi,” tambahnya.

Meski demikian, Gus Ipul membenarkan bahwa pertemuan dengan para pengurus di Surabaya membahas soal arahan terkait dengan pilpres 2024, tetapi tak secara eksplisit mengarahkan dukungan kepada paslon tertentu.

Ia menyebut, NU tidak bisa hanya menjadi seperti event organizer yang memberikan panggung kepada orang lain, lalu hanya menjadi penonton.

“Kami tidak mau warga NU habis mendukung terus dikecewakan. Kan boleh dong ngasih arahan? Lebih baik kami bikin kamar sendiri-sendiri, lalu kerja sama, daripada kami satu rumah habis itu berantem terus,” bebernya.

“Boleh dong kami melindungi warga kami supaya tidak salah pilih (menurut pimpinan NU saat ini-Red), supaya kami enggak kecewa. Membawa maslahat, ya mudah-mudahan alhamdulilah. Kami santai-santai aja, mau (pilih calon nomor urut-Red) 1, 2, atau 3, tapi NU (sikapnya-Red) ini. Kalau setuju ikuti, tidak setuju tinggal,” lanjutnya.

Mengenai ‘sikap ini yang dimaksud, Gus Ipul menyatakan, NU bersikap bahwa pertama, calon tersebut harus memastikan Indonesia bersatu dan tidak mengganggu kerukunan.

“(Bahwa kemudian ditafsirkan-Red) ini berarti tidak nomor 1, ya silakan ditafsirkan sendiri. Oh ini berarti ke nomor 3, ya sudah serahkan saja. Oh ternyata tidak 1, tidak 3, ya silakan saja. Tapi kan kriterianya sudah ditentukan,” jelasnya.

Ia mengklaim, Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar dan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf banyak mendapatkan pertanyaan terkait dengan arahan bagi pengurus di tingkat wilayah dan cabang untuk bersikap menjelang pilpres, karena beredar banyak informasi yang tidak diketahui akurasinya.

“Kewajiban kami memberikan informasi yang akurat, yang sesuai dengan apa yang menjadi dasar pertimbangan NU dalam memilih pemimpin,” tukasnya.

Terkait dengan arahan-arahan yang dibahas, Gus Ipul memberi contoh, pengurus PBNU yang hadir menyampaikan bagaimana komunikasi informal masing-masing dengan para capres.

Ada capres yang sudah meminta restu untuk mencalonkan diri kepada Yahya dan Miftachul, tetapi dia enggan mengungkapnya.

“Kami beri informasi dinamikanya seperti ini. Misalnya, bahwa Muhaimin (Iskandar-Red) nyalon itu enggak pernah pamit sama PBNU, kan boleh dong menyampaikan gitu,” tuturnya, memberi contoh.

Selain itu, pertemuan tersebut juga diklaim membahas arah NU.

Sebab, dari sejarah panjang persinggungan ormas Islam terbesar itu dengan gelanggang politik.

Mulai dari berpartai pada 1955, difusi ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 1973, kembali ke khittah pada 1984, melahirkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada 1998, sampai pelengseran Abdurrahman Wahid pada 2001, dan dilibatkannya Ma’ruf Amin sebagai cawapres Joko Widodo pada 2019.

Gus Ipul juga menyinggung bahwa alasan-alasan yang sama melatarbelakangi seruannya agar tidak memilih calon yang didukung Abu Bakar Ba’asyir.

Diketahui, Baasyir mendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

“Boleh dong beri arah, diskusi di kalangan internal kan boleh. Pastikan ini semua menjadi referensi kami sebelum kami menentukan pilihan. Itu semua memang kenapa? Kalau saya menyatakan, ‘mohon maaf saya tetap menghormati perbedaan dan menghormati Ustad Abu Bakar Ba’asyir’, tapi kami beda dasar untuk menentukan siapa calon presiden’,” ujarnya.

“Kami tetap menyarankan, pilihlah yang memang se-anu (sejalan-Red) dengan kita, dan tidak mengecewakan kita setelah menang,” tandasnya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *