Beras Bulog Dengan Stiker Prabowo-Gibran, Ekonom: Penyelewengan Anggaran Bisa Menjadi Tindak Pidana

Beras Bulog Dengan Stiker Prabowo-Gibran
Beras Bulog
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.idEkonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira bereaksi terhadap tersebarnya foto beras Bulog dengan stiker pasangan calon nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Menurut dia, hal itu menunjukkan adanya penyalahgunaan anggaran menjelang pemilu 2024.

Ia menegaskan, beras Bulog tersebut diperoleh dari dana negara untuk bantuan pangan dan Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Sebagian beras juga diimpor.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Beras yang harusnya diberikan sampai penerima akhir ternyata di tengah jalan ditempel stiker. Nah ini kan yang tidak mendidik dan menjadi sarana penyelewengan anggaran,” ujar Bhima kepada Tempo, Rabu, 24 Januari 2024.

Ia mengatakan tujuan bantuan pangan saat ini bukan untuk meredam kenaikan harga beras, melainkan membeli suara orang-orang miskin dengan kedok pemberian bansos. Sebab, beras Bulog yang dibeli dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) telah diklaim sebagai belas kasih atau program dari salah satu Capres.

Dugaan penyelewengan instrumen negara ini pun semakin menguat ketika Presiden Joko Widodo atau Jokowi semakin aktif dalam kebijakan bansos atau bantuan pangan beras. Jokowi juga terang-terangan mengklaim dirinya sebagai presiden boleh memihak salah satu paslon dan ikut berkampanye. Dalam kunjungan kerja ke beberapa wilayah, Jokowi juga terlihat menunjukkan gestur salam dua jari.

Menurut Bhima, hal itu sudah menjadi bukti penyalahgunaan bansos. “Bahkan bisa masuk pada tindak pidana mengklaim bansos pemerintah menjadi salah satu program kampanye Capres,” tuturnya.

Karena itu, Bhima berharap dilakukan evaluasi besar-besaran ihwal program bantuan pangan ini. Terlebih, ia menilai bansos tidak efektif menurunkan harga pangan, terutama beras. Musababnya, masalah harga beras disebabkan oleh biaya produksi yang naik di sisi petani. Dengan demikian, program bansos atau bantuan berupa bahan pokok tidak tepat.

“Sementara anggaran subsidi pupuk dan permasalahan pupuk juga belum diselesaikan. Jadi ini obat yang salah sasaran,” ucap Bhima.

Sumber: tempo

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *