Kesadaran Muhammadiyah Ketika Presiden Melanggar Etik Bernegara

Presiden Melanggar Etik Bernegara
Presiden Joko Widodo didampingi Menhan Prabowo Subianto dan Panglima TNI Jenderal Agus Subianto saat memberikan keterangan pers di Terminal Selatan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. foto: kompas.com/dian erika
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari

Hajinews.co.id – Muhammadiyah meminta presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mecabut pernyataan yang sangat meresahkan masyarakat terkait dengan bolehnya presiden berkampanye.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hal ini bukan hanya mengoyak demokrasi tetapi melahirkan kekisruhan. Pernyataan presiden ini bukan hanya melanggar etika bernegara tetapi memporakporandakan tatanan yang selama ini terjaga.

Muhammadiyah menilai bahwa pernyataan Presiden terkesan bahwa kebenaran yang harus didukung atau setidaknya tidak ditolak.

Desakan Muhammadiyah ini disampaikan oleh Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.

Pelanggaran Etika Publik

Pernyataan Jokowi yang membolehkan dan membenarkan dirinya berkampanye disorot Muhammadiyah. Hal ini terkait dengan pernyataan Jokowi yang dilansir berbagai media.

Di antara pernyataan itu berbunyi: “Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Presiden itu boleh loh kampanye, boleh lho memihak,” Jokowi membenarkan pernyataan itu dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dengan mengutip ketentuan Pasal 299 dan Pasal 281.

“Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh, Boleh. Menteri juga boleh,” kata Jokowi.

Atas pernyataan presiden di atas maka Muhammadiyah melontarkan desakan kepada presiden untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan yang disebutkan dalam beberapa butir berikut:

Pertama, mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut semua pernyataannya yang menjurus pada ketidaknetralan institusi kepresidenan, terlebih soal pernyataan bahwa Presiden boleh kampanye dan boleh berpihak.

Kedua, meminta kepada Presiden untuk menjadi teladan yang baik dengan selalu taat hukum dan menjunjung tinggi etika dalam penyelenggaraan negara.

Ketiga, presiden harus menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, terlebih dalam penyelenggaraan Pemilu yang tensinya semakin meninggi.

Keempat, meminta kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk meningkatkan sensitivitasnya dalam melakukan pengawasan, terlebih terhadap dugaan digunakannya fasilitas negara (baik langsung maupun tidak langsung) untuk mendukung salah satu kontestan Pemilu.

Kelima, menuntut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperkuat peran pengawasan penyelenggaraan Pemilu, utamanya terhadap dugaan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pemenangan satu kontestan tertentu.

Keenam, meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencatat setiap perilaku penyelenggara negara dan penyelenggara pemilu yang terindikasi ada kecurangan untuk dijadikan sebagai bahan/referensi memutus perselisihan hasil Pemilu.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *