Tersedia Empat Skenario Bagi Indonesia

Tersedia Empat Skenario Bagi Indonesia
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Smith Alhadar – Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)

Hajinews.co.id – Presiden Joko Widodo telah mengurung Indonesia dalam ruang pengap tanpa jln ke luar yang mudah. Pilpres seharusnya melahirkan pemerintahan baru yang segar, dengan visi-misi baru, stabil, dan kuat untuk melangkah ke depan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sayangnya, hal itu sangat mungkin tak terwujud. Sebaliknya, pesta demokrasi rakyat berpotensi berujung menyedihkan bagi bangsa yang, sepanjang sejarah modernnya, berulang kali dijerumuskan pemimpinnya sendiri ke dalam bahaya eksistensialnya.

Menghadapi kondisi ini, para sivitas akademika dari berbagai kampus, tokoh bangsa, intelektual, aktivis, masyarakat sipil, dan mahasiswa bangkit memprotes penyelenggaraan pilpres yang tidak fair, penuh intimidasi, personalisasi bansos, politisasi hukum, memobilisasi seluruh institusi negara, birokrasi, dan aparat desa untuk memenangkan salah satu paslon.

Semuanya tak mungkin terjadi tanpa instruksi dari Istana yang terang2an menyatakan akan intervensi, berpihak, dan berkampanye untuk paslon jagoannya. Jokowi meremehkan keprihatinan seluruh anak bangsa yang ingin melihat Indonesia tetap berjaya di tengah tantangan internal dan eksternal yang kompleks.

Kepercayaan diri Jokowi yang berlebihan ini terbangun di atas asumsi — sejalan dengan hasil jajak pndapat lembaga2 survey yang bisa jadi keliru — bahwa kepuasan masyarakat padakinerja pemerintahannya msh cukup tinggi. Mungkin ini benar, tapi keluhan rakyat atas meningkatnya biaya hidup — pun sebagaimanadiungkap lembaga survey  — akibat kenaikan sembako dan sulitnya mencari pekerjaan juga tergolong tinggi.

Dus, ada bahaya  sosial laten yang bisa meledak sewaktu-waktu. Hilangnya kepekaan sosial dan defisit literasi politik Jokowi-lah yang menyebabkan ia berani mewujudkan mimpi politik dinastinya, yang bahkan tak terbayangkan oleh Soekarno dan Soeharto.

Karena mimpi Jokowi tak dapat dibuyarkan, Indonesia — sebelum, saat pencoblosan, dan setelah itu — mungkin akan menghadapi empat skenario buruk berikut.

Pertama, pilpres akan terselenggara sesuai jadwal, 14 Februari 2024. Predictable pemenangnya adalah paslon Prabowo-Gibran. Mungkin hanya dalam satu putaran. Krn jumlah kursi di DPR yang dimiliki parpol-parpol pengusung ini kurang dari 50 persen, Prabowo-Gibran — dibantu penuh presiden — akan membujuk parpol lain, baik dari pengusung paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar maupun Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dengan sejumlah iming-iming menggiurkan agar Prabowo-Gibran mndapat dukungan mayoritas suara di parlemen.

Kalau tidak, pemerintah tak dapat bekerja. Fungsi DPR adalah mengawasi eksekutif, membuat UU, dan menetapkan anggaran negara. Apakah parpol2 tersebut akan bersedia bergabung dengan paslon yang kemenangannya diyakini terjadi secara curang? Mengingat sebagian besar parpol di negeri ini berwatak pragmatis dan oportunis, bisa jadi ada yang mau bergabung.

Tapi bisa jadi juga tidak, krn hasil pilpres cacat legal dan moral, parpol2 akan berpikir dua kali untuk ikut serta ke dalam gerbong Prabowo-Gibran yang rapuh demi menjaga citra sekaligus menghukum “pemenang” yang turun ke arena pertarungan dengan  cara2 tidak senonoh. Pemerintah tak punya legitimasi untuk memungkinkannya bekerja. Kalau demikian, akan trjadi turbulensi politik nasional yang memaksa pilpres diselenggarakan ulang.

Kedua, pilpres ttapi terselenggara, tapi hasilnya publik dan parpol pengusung paslon yang kalah yak mengakui Kalau pemenangnya adalah Prabowo-Gibran. Pasalnya, intervensi Istana sudah terlalu jauh dan kecurangan tak dapat ditoleransi lagi. Kalau demikian, hasil pilpres kehilangan legitimasi.

Mungkin sj sepanjang mahasiswa seluruh Indonesia tidak turun ke jln, gejolak politik dapat diatasi pemerintah melalui cara2 represif oleh aparat keamanan yang ditengarai sudah terkooptasi Istana.Tapi pemerintah akan diisolasi negara2 Barat. Ujungnya ekonomi bangsa terpuruk yang mengganggu stabilitas negara.

Ketiga, pilpres ttapi berlangsung, tapi terjadi keributan di mana2 antara Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan para saksi dari kubu Anies-Muhaimin serta Ganjar-Mahfud krn terjadi intimidasi atau kecurangan di Tempat Pemungutan Suara (TAPIS). Juga mungkin pertikaian keduanya padatiap jenjang rekapitulasi suara.

Kalau kepolisian, Panwaslu, dan KPPS gagal mengatasinya, lagi2 hasil pemungutan suara akan tertolak oleh pihak yang merasa dirugikan. Memang ada Mahkamah Kinstitusi yang menjadi  wasit tertinggi bg kekisruhan dan komplain ini, namun melihat kenekatan Istana dalam berbuat culas sejak awal demi kemenangan Prabowo-Gibran, sulit kita membayangkan MK bersikap adil trhdp delik padapaslon dukungan presiden. Kalau demikian, negara menghadapi masalah serius yang dapat membuyarkan jerih payah pesta demokrasi yang sangatmahal ini.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *