Bajingan Politik dan Keteladanan Megawati Soekarnoputri

Bajingan Politik dan Keteladanan Megawati
Megawati Soekarnoputri
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Hafid Abbas (Mantan Ketua Komnas HAM RI dan Promotor Dr HC Nelson Mandela dari UNHAS 2005)

Hajinews.co.id – Istilah “Bajingan Politik” pertama kali saya temukan di artikel Daoed Joesoef, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1978-1983), di kolom Opini Kompas, “Politikus di Zaman Edan” yang terbit pada 2 Juli 2011.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pada bagian awal artikel itu, Daoed Joesoef mengangkat situasi pasca pasukan Italia menaklukkan pasukan Etiopia. Dikemukakan bahwa “setelah angkatan perang Italia berhasil menduduki Etiopia pada 1935, tokoh- tokoh negeri Afrika Timur itu— yang telah membantu kemenangan—diundang Benito Mussolini naik ke pesawat terbang (joy flight). Mereka menerima undangan itu karena menganggapnya sebagai bukti penghargaan atas jasa mereka bagi kejayaan Italia. Setelah terbang di atas Laut Merah, Mussolini memerintahkan supaya semua tokoh Etiopia itu dibuang keluar pesawat tanpa parasut. Atas pertanyaan para jenderalnya, mengapa Generalisimo berbuat demikian, sang diktator fasis menjawab, Kepada negerinya sendiri mereka berkhianat, apalagi kelak kepada Italia. Sekali orang berjiwa pengkhianat, dia akan terus menjadi pengkhianat seumur hidupnya.”

Daoed Joesoef selanjutnya mengungkapkan bahwa, di zaman edan sekarang, praktik kepemimpinan politik kita malah cenderung mengembangkan jiwa pengkhianatan di kalangan para politikus.

Kelihatannya cukup beralasan jika Daoed Joesoef menyebut situsi politik Indonesia di era itu sebagai “zaman edan.” Kata “edan” berasal dari Bahasa Jawa yang berarti “gila.” Salah satu ciri dari orang gila (wong edan) adalah ia suka berperilaku tidak wajar, seperti berkhianat.Di kala itu, publik menyaksikan berbagai ketidakwajaran, seperti pada kasus Bank Century, pemberhentian Ketua KPK Antasari Azhar dan pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen; munculnya kasus Mafia Pajak yang melibatkan aparat pajak Gayus Tambunan; dan berbagai kasus lainnya yang telah menimbulkan kegaduhan sosial dan politik.

Sekiranya Daoed Joesoef masih ada, tentu akan jauh lebih risau lagi melihat wajah para politikus saat ini. Bahkan, banyak kalangan menilai bahwa situasi politik saat ini adalah yang terburuk sejak era reformasi. Beberapa contoh kasus yang telah melanda negeri kita akhir-akhir ini seperti: kasus Ferdi Sambo, kasus Narkoba di Kepolisian, kasus Rafael Alun Trisambodo, pejabat Ditjen Pajak Eselon III, kasus transaksi gelap (mencurigakan) di Kementerian Keuangan sebesar Rp349 triliun, pemberhentian Ketua MK Anwar Usman oleh MKMK, dan sejumlah kasus-kasus besar lainnya. Semua ini sesungguhnya adalah produk dari pengkhianat-pengkhianat politik dengan beragam motif dan cirinya.

Pertama adalah politikus-politikus yang berperilaku bagai “bajing loncat” yang seenaknya menginkari janji-janji politiknya dan sumpah jabatannya dengan berpindah dari satu partai ke lain partai tanpa rasa malu. Mereka tidak segan-segan mengkhianati partai awalnya, yang telah mengusungnya begitu rupa hingga berhasil menduduki pos-pos penting dan ”basah” di jajaran eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Mereka bahkan membentuk kekuatan politik baru sebagai tandingan dari partai awalnya. Perilaku seperti ini layak disebut sebagai pengkhianatan politik paling sempurna.

Kedua adalah para elit politik yang berperan sebagai “bungker-bungker politik” yang senang mencari-cari kesalahan dan perbuatan tercela politikus lain kawan atau lawan untuk kemudian diancam dan ditekan. Jika menyerah dengan kartu merahnya itu, mereka akan ditampung dan dilindungi di bungker persekongkolan politiknya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *