Jokowi Lupa Jalan Pulang

Jokowi Lupa Jalan Pulang
Presiden Jokowi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Gaudensius Suhardi – Dewan Redaksi Media Group

Hajinews.co.id – JALAN menuju demokrasi baru diretas 26 tahun lalu, saat era reformasi menggantikan rezim Orde Baru. Demokrasi mengubah wajah negeri ini menuju kehidupan bersama yang damai dengan garis batas yang jelas antara baik dan buruk.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Batas baik dan buruk saat itu mulai pudar saat ini sehingga demokrasi mengalami pembusukan. Celakanya, pembusukan itu dipelopori elite negeri ini.

Pembusukan itu nyata adanya selama tahun politik ini. Tahun yang mengerikan sangat terasa pada penghujung 2023. Berawal dari dugaan cawe-cawe yang dialamatkan kepada Presiden Joko Widodo hingga adanya tudingan merekayasa hukum untuk membuka jalan bagi anaknya agar bisa ikut pemilu.

Tentu sangat disayangkan karena pada mulanya Presiden Jokowi dipilih secara demokratis sehingga dilabeli sebagai sosok harapan baru. Pada akhirnya muncul kefrustrasian baru karena demokrasi dikuburkan dengan membuka ruang dinasti politik.

Membunuh demokrasi dengan cara yang seakan-akan demokratis harus dicegah. Jangan melakukan pembiaran atas fenomena gelombang demokrasi berbalik arah kembali kepada pemerintahan otoritarian atau oligarki.

Menolak pembiaran demokrasi dibunuh menjadi benang merah keresahan kampus di seluruh Indonesia. Para akademisi menyerukan demokrasi diselamatkan.

“Negeri kami tampak kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kuasa, nihil etika, menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa,” kata Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo.

Petisi Bulaksumur yang disampaikan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) lebih menohok lagi. “Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari Keluarga Besar Universitas Gadjah Mada,” kata Prof Koentjoro.

Koentjoro memerinci tindakan menyimpang yang dimaksud, yaitu pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan, dan pernyataan kontradiktif Presiden tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan, merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi.

Boleh-boleh saja Presiden Jokowi menyebut petisi dari berbagai kampus itu sebagai hak demokrasi. Akan tetapi, seruan moral itu mengindikasikan ada persoalan etis yang amat serius.

Tidak ada jalan lain, mengutip petisi Universitas Islam Indonesia, kiranya Jokowi kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga. Indonesia memasuki fase darurat kenegarawanan.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *