Berharap Pemilu Terhormat Masih Bisa Diwujudkan

Pemilu Terhormat Masih Bisa Diwujudkan
Pemilu 2024
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: H. Agus Sutisna, Dosen dan Peneliti FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang, Founder Yayasan Podiumm Pesantren Nurul Madany Cipanas Lebak

Hajinews.co.id – Artikel ini ditulis dengan semangat ingin melihat Pemilu yang sebentar lagi akan sampai pada titik klimaksnya berlangsung fair, jujur adil dan berintegritas. Hasilnya, siapapun yang terpilih bisa diterima para pihak, meski kita tahu prosesnya sampai sejauh ini banyak diwarnai dengan anomali dan indikasi kecurangan. Bahkan diawali dengan pelanggaran berat etik oleh hakim konstitusi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Mengapa penting hasil Pemilu diterima rakyat? Karena ia menyangkut soal legitimasi politik. Penolakan terhadap hasil Pemilu sedikitnya berpotensi melahirkan tiga  problematika sosio-politik. 

Pertama legitimasi politik Paslon terpilih akan berada di titik nadir. Kedua pemaksaan (dengan cara-cara otoriter) agar hasil Pemilu diterima rakyat potensial akan melahirkan  arus balik perlawanan. Ketiga situasi politik dan keamanan dengan demikian akan mengalami instabilitas. Ketiganya jelas membahayakan persatuan dan keutuhan bangsa dan negara.

Kita semua tentu tidak berharap Pemilu 2024 bermasalah lalu berujung pada penolakan masif terhadap hasilnya. Tetapi sayangnya berbagai fakta indikatif, sejak proses kandidasi Pilpres hingga akhir masa kampanye kemarin, menunjukan tendensi ke arah situasi akhir Pemilu potensial dianggap bermasalah. 

Sekilas melihat kembali ke belakang. Pemilu (Serentak) 2024 dimulai tahapannya pada tanggal 14 Juni 2022. Penetapan tahapan ini dituangkan di dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024. Penetapan tanggal ini sesuai ketentuan Pasal   167 ayat (6) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bahwa tahapan penyelenggaraan Pemilu dimulai paling lambat 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. 

Setelah tahapan Pemilu dilaunching, sesuai ketentuan yang diatur di dalam Pasal 167 ayat (4) UU 7 Tahun 2017 KPU melaksanakan rangkaian kegiatan Pemilu. 

Mulai dari perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan pemilu; pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih; penetapan Peserta Pemilu; penetapan jumlah kursi dan penetapan Daerah Pemilihan; pencalonan Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, masa Kampanye Pemilu, dan per saat ini telah sampai pada tahapan Masa Tenang.

Pemicu Masalah dan Kegaduhan 

Sejak dilaunching 14 Juni 2022 lalu perjalanan tahapan Pemilu berlangsung tertib, landai dan cukup kondusif. Nyaris tidak ada masalah, kecuali pada saat penetapan partai politik Peserta Pemilu yang sempat diwarnai dengan sedikit “kegaduhan” di internal KPU dan KPU Daerah. Tapi semua akhirnya selesai tanpa mengganggu pelaksanaan tahapan.

Masalah baru muncul dan kemudian memicu kegaduhan panjang hingga masa tenang ini pada saat proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2023 lalu. 

Seperti kita tahu, proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden diwarnai oleh terbitnya putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi UU mengenai syarat minimal usia Capres/Cawapres. Putusan MK Nomor 90 yang kemudian memicu kegaduhan berkepanjangan itu diduga sarat dengan kepentingan politik nepotistik dan karenanya melanggar etik.

Alasannya lugas, bahwa dengan putusan tersebut, Gibran (putra Presiden Jokowi) yang semula tidak dimungkinkan bisa menjadi Capres karena belum memenuhi syarat minimal usia kemudian menjadi terbuka. Putusan itu dibacakan dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua MK, Anwar Usman, yang tidak lain adalah adik iparnya Presiden Jokowi.

Dugaan itu kemudian terbukti, terkonfirmasi melalui putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara dugaan adanya pelanggaran etik oleh para Hakim Konstitusi terutama Anwar Usman selaku Ketua MK. Majelis Kehormatan MK memtuskan bahwa dugaan pelanggaran etik terbukti secara meyakinkan. Dan Anwar Usman akhirnya dicopot dari jabatannya selaku Ketua, meski kedudukannya sebagai anggota tidak terimbas.   

Proses Berlanjut, Kegaduhan Berbuntut

Secara hukum, clear. Gibran tetap memenuhi syarat sebagai Cawapres karena sedang menjabat Kepala Daerah meski usianya belum 40 tahun sebagaimana diatur dalam UU 7 Tahun 2017.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *