Dirty Vote, Cawe-Cawe Jokowi, dan Bahaya Penolakan Hasil Pilpres 2024

Dirty Vote dan Cawe-Cawe Jokowi
Denny Indrayana - Guru Besar Hukum Tata Negara, Senior Partner INTEGRITY Law Firm
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Saya tidak menikmati proteksi publik yang besar, karena sudah diasosiasikan sebagai bagian dari kekuasaan istana di era Presiden SBY, apalagi sejak akhir tahun lalu memutuskan menjadi caleg Partai Demokrat. Keputusan untuk tidak hanya menjadi akademisi, tetapi juga sebagai praktisi (advokat), politisi, masuk birokrasi (Stafsus Presiden dan Wamenkumham), bahkan pernah di korporasi (komisaris BUMN), bukan hanya melengkapi pengalaman saat berhadapan dengan berbagai masalah hukum, namun melahirkan tantangan dan godaan yang lebih besar, sekaligus menghadirkan persepsi partisan. Padahal selain tantangan dan godaan yang lebih nyata di depan mata bagi profesi non-akademisi, perjuangan akademik di luar, ataupun masuk ke dalam sistem, sejatinya sama-sama penting, dan butuh dukungan, sehingga selayaknya tidak dipertentangkan.

Saya tentu bersyukur, apa yang sudah kami suarakan sejak lebih setahun lalu, bahwa cawe-cawe presiden Jokowi terlalu berbahaya; bahwa pemilu, khususnya Pilpres 2024 akan dibajak oleh kepentingan dinasti dan oligarki, yang berpuncak dengan “Skandal Mahkamah Keluarga Jokowi” melalui Putusan Paman Usman untuk Gibran; bahwa Presiden Jokowi layaknya dimakzulkan karena sudah patut diduga melakukan korupsi, pengkhianatan terhadap negara, atau minimal kejahatan tingkat tinggi lainnya; dikuatkan oleh rekan-rekan seperjuangan melalui film Dirty Vote.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Seandainya kesadaran dan penolakan itu bersama-sama disuarakan setahun yang lalu, mungkin saja dampaknya berbeda. Namun, tampaknya, beberapa kita baru siuman dari pingsan dan keimanan pada Jokowi yang terlalu meninabobokkan. Baru setelah ada Putusan 90 Paman Usman untuk Gibran, yang lebih membongkar topeng planga-plongo Jokowi, beberapa kita tersadar dan bereaksi: Jokowi adalah Bukanlah Kita.

Saat ini, saya berpandangan, dampak utama Dirty Vote adalah menegaskan penolakan pada Paslon 02, utamanya pada pemilih yang sedari awal memang tidak memilih Gibran Jokowi. Tetapi, untuk menjadi faktor yang mengubah preferensi pemilih—khususnya di kelas menengah ke bawah yang menjadi basis pemilih paslon gemoy, yang telah sukses disuap dengan penyimpangan anggaran bantuan sosial, sehingga berdampak elektoral, rasa-rasanya masih sulit untuk terjadi.

Tetap saja, kehadiran film Dirty Vote terlalu penting untuk dilewatkan, dan layak disambut dengan apresiasi dan proteksi, walau agak terlambat. Bukankah, lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali, better late than never!

Cawe-Cawe Presiden Jokowi: Bukan Hanya Kejahatan Konstitusional Tetapi Juga Cenderung Kriminal

Ya! Cawe-cawe Presiden Jokowi itulah, yang merupakan kejahatan konstitusional yang merusak pondasi utama pelaksanaan Pilpres 2024, menyimpang jauh dari amanat jujur dan adil. Sebagai outgoing president, peran penting Jokowi seharusnya adalah memastikan penggantinya, sebagaimana aturan UUD 1945: dipilih langsung oleh rakyat. Melakukan berbagai upaya terstruktur, sistematis dan masif (TSM)—bahkan brutal, yang diduga dan terbaca berupaya memenangkan Paslon 02, bukan hanya dilarang, tetapi juga membuat esensi kompetisi dalam Pilpres 2024 menjadi kehilangan makna.

Peran utama outgoing president dalam Pilpres 2024 adalah menjadi wasit yang memberi jalan dan peluang setara kepada semua kandidat presiden. Sesuatu yang dengan telanjang tidak dilakukan Presiden Jokowi. Terlalu jelas bagaimana Presiden Jokowi mempunyai preferensi kepada Paslon 02, dengan anaknya Gibran Jokowi, sekaligus resistensi kepada paslon yang lain, khususnya 01. Hal yang tentunya akan dibantah dihadapan publik, tetapi terlalu jelas indikasi dan bukti petunjuknya dari berbagai momen, pemberitaan, dan analisis akademik yang dapat dipertanggungjawabkan.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *