Segera Audit Forensik Peralatan dan Sistem KPU

Sistem KPU
Foto: Aplikasi sirekap KPU
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Yusuf Blegur

Hajinews.co.id – Kampanye capres-cawapres yang dihadiri jutaan orang, sejatinya bukan hanya sekedar dukungan melainkan kekuatan rakyat yang bisa digunakan untuk menolak kecurangan dan kejahatan pemilu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Bayangkan jika massa yang begitu besar dan tidak tertampung dalam stadion besar dan megah hingga tumpah ruah memacetkan jalan, hadir ke KPU untuk meminta pertanggungjawaban pemilu jujur dan adil?.

Pilpres 2024 bukan hanya telah dipenuhi kecurangan, bahkan telah terjadi kejahatan pemilu. Rezim kekuasaan melalui kekuatan anggaran negara, aparat dan institusi penyelenggara pemilu begitu terstruktur, sistematik dan masif memanipulasi konstitusi dan demokrasi jauh sebelum pilpres tanggal 14 Februari 2024 dilaksanakan.

Film “dirty vote” telah menguatkan kesadaran publik yang mengurai betapa proses kedaulatan rakyat dalam pemilu telah dibajak demi syahwat kekuasaan. “Dirty Vote” menjadi semacam sinopsis atau rangkuman kecurangan dan kejahatan pemilu dan hari pencoblosan pilpres menjadi pembuktiannya.

Dokumentasi data dan fakta berisi penyalahgunaan jabatan dan wewenang oleh pemerintah yang bisa dikategorikan “ekstra ordinary Crime” terlihat vulgar dari mulai proses hingga pelaksanaan pilpres. Kejahatan pemilu yang dilakukan begitu konspiratif melibatkan presiden dan keluarga serta para pembantunya di kabinet yang beberapa juga ketua umum partai politik.

Tak cukup lingkaran dalam istana, institusi negara seperti MK dan KPU ikut terpapar virus kecurangan dan kejahatan. Sebagian besar media dan lembaga survey turut menjadi penyokong manipulasi pemilu. Ulama, intelektual dan aktivis pergerakan tak sedikit ikut menjadi pelacur. Ada andil besar mereka semua melahirkan konser harmoni kemudaratan dalam kedaulatan rakyat yang teraniaya dan terus diperkosa.

Kejahatan pemilu terutama dalam pilpres 2024 begitu telanjang dipertontonkan rezim dihadapan publik. Kekuasaan membungkus rapi dan menjualnya sebagai proses demokrasi yang formal dan konstitusional. Politik uang dan sembako membeli suara rakyat, institusi negara jadi alat kekuasaan, kekuasaan yang ingin terus dan selamanya melanggeng.

Pilpres 2024 dianggap terbukti penuh kecurangan. Ramai di masyarakat beredar beragam bentuk kecurangan, ada pemberian uang dan sembako. Beberapa saksi melihat penggelembungan atau mark up suara dalam perhitungan di TPS. Muncul di medsos ada hasilperhitungan cepat suara yang dilakukan tertanda tanggal 13 sebelum pilpres dimulai tanggal 14 Februari 2024. Ada juga pembicaraan banyak orang beberapa TPS yang perhitungan suaranya 800-900 suara, padahal satu TPS itu paling banyak pencoblosan untuk 300 orang.

Begitu kental aroma kecurangan dan sudah bisa dianggap kejahatan pemilu dalam pilpres 2024. Lebih dari semua itu ada pelanggaran yang jauh lebih prinsip dan fundamental, yakni dalam sistem IT pemilu di KPU. Muncul suara miring dalam database perhitungan suara di KPU, ada satu paslon yang sudah dikunci suaranya t melampau 50+1 dan tidak bisa diubah, seakan sudah ditargetkan menang satu putaran. Sementara paslon lain perhitungan suaranya bisa dikontrol. Masalahnya jika sudah seperti itu maka suara paslon lain akan sulit diupdate berdasarkan perhitungan suara riil yang dilakukan timnya masing-masing. KPU tak ubahnya sudah mendesain sistem yang menolak suara paslon lain demi mengamankan suara dari paslon yang dudah direkayasa ude demikian rupa untuk dimenangkan.

Jika itu benar maka, pilpres 2024 ini menjadi pilpres paling brutal dan barbar dari segi kecurangan, sudah layak masuk dalam kategori kejahatan pemilu yang luar biasa. Dari pelbagai kecurangan dan kejahatan yang sejak awal dilakukan sebelum pelaksanaan pilpres 2024, maka proses perhitungan suara di KPU yang paling krusial. Melalui pengumuman KPU pemenang pilpres diumumkan secara resmi. Menjadi persoalan apakah KPU bisa independen dan menyelenggarakan pilpres secara terbuka, jujur dan adil?.

Dari uraian di atas jika benar-benar terjadi, jelas bahwasanya KPU telah menjadi anasir dari kecurangan dan kejahatan pemilu yang terstruktur, sistematik dan masif. Lewat sistem IT KPU yang tertutup, potensi manipulasi dan kamuflase suara sangat mungkin dan potensial terjadi baik dari data yang masuk maupun pada perhitungannya. Pengalaman pilpres 2019 yang lalu telah menjadi preseden buruk dan menjadi row model pada kecurangan dan kejahatan yang lebih hebat lagi di pilpres 2024.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *