Menohok! Delegasi Indonesia Bungkam Saat Komite HAM PBB Tanyakan Netralitas Jokowi di Pemilu

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id — Perwakilan Indonesia yang dipimpin Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Tri Tharyat bungkam saat dicecar anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye terkait netralitas Presiden Joko Widodo dan kontroversi pencalonan Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024.

Bungkamnya delegasi Indonesia terkait pertanyaan yang disampaikan dalam Sidang Komite HAM PBB CCPR di Jenewa, Swiss, Selasa kemarin itu dinilai tidak mengejutkan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Wajar kalau perwakilan Indonesia tidak berkomen. Sebab ini bukan kredit point (bagi Indonesia), melainkan negatif point,” kata Robi Nurhadi, pakar hubungan internasional Sabtu, 16 Maret 2024.

Robi Nurhadi menjelaskan, kerja-kerja di Komite HAM itu juga merupakan kerja-kerja diplomatik. Kegiatan diplomasi akan bagus kalau kinerja atau keadaan di dalam negeri juga baik.

“Jadi kalau kondisi domestiknya ada catatan, maka memang itu akan menjadi bahan tidak sederhana untuk didiplomasikan di luar. Maka pilihan diam adalah pilihan yang paling mungkin dilakukan,” sambung dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional, Jakarta ini.

Selain itu, dia menambahkan, para diplomat atau perwakilan Indonesia di Komite HAM PBB itu adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang atasan utamanya adalah presiden. Para pejabat di bawah level presiden seperti menteri tentu akan memberikan catatan kepada para diplomat itu kalau menyampaikan sesuatu yang bisa membuat buruk citra pemerintah.

“Karena itu sesuatu yang mungkin bisa berpengaruh langsung kepada dirinya, memang pilihan diam mungkin bagi para diplomat adalah yang terbaik,” katanya lagi.

Meski demikian, baginya itu bukan langkah yang bijak. Apalagi yang dipertanyakan oleh Bacre Waly Ndiaye pada Sidang Komite HAM PBB itu adalah terkait jaminan hak politik untuk warga negara Indonesia dalam Pemilu 2024.

“Tentu dalam konteks penegakan keadilan politik, itu catatan juga. Karena keadilan politik dekat dengan keberanian. Keberanian itulah yang penting sebenarnya untuk diungkapkan,” ungkap doktor dari Pusat Studi Sejarah, Politik, dan Strategi Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) ini.

Karena itu, delegasi Indonesia mestinya menjawab dan berbicara apa adanya apa yang terjadi dalam pelaksanaan Pilpres 2024 terutama terkait pernyataan yang disampaikan. Jawaban faktual justru akan membuat citra Indonesia baik.

“Toh, bicara negara kan, tidak an sich pembelaan terhadap pihak eksekutif. Tetapi equal saja. Justru kalau para diplomat kita berani untuk mengungkap apa adanya, atau mengungkap keadilan politik yang semestinya, itu justru menjadi image yang bagus bagi Indonesia,” tandasnya.

Sebelumnya dalam Sidang Komite HAM PBB di Jenewa, Swiss, Selasa kemarin, Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Jokowi dan pencalonan Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024.

Sidang tersebut dihadiri perwakilan negara anggota Komite HAM PBB termasuk Indonesia. Pembahasan seputar isu HAM terbaru di sejumlah negara dibahas di forum itu dengan sesi tanya jawab antara masing-masing anggota komite HAM PBB kepada perwakilan negara yang dibahas.

Bacre Waly Ndiaye, anggota Komite HAM PBB dari Senegal, melontarkan sejumlah pertanyaan terkait jaminan hak politik untuk warga negara Indonesia dalam Pemilu 2024.

Dia memulai pertanyaan dengan menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perubahan syarat usia capres-cawapres yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden.

“Kampanye digelar setelah putusan di menit akhir yang mengubah syarat pencalonan, memperbolehkan anak presiden untuk ikut dalam pencalonan,” kata Ndiaye dalam sidang yang ditayangkan di situs UN Web TV.

“Apa langkah-langkah diterapkan untuk memastikan pejabat-pejabat negara, termasuk presiden, tidak bisa memberi pengaruh berlebihan terhadap pemilu?” katanya mempertanyakan.

Tak berhenti di situ, Ndiaye juga bertanya apakah Pemerintah sudah menyelidiki dugaan-dugaan intervensi pemilu tersebut.

Perwakilan Indonesia yang dipimpin Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Tri Tharyat tidak menjawab pertanyaan itu. Saat sesi menjawab, delegasi Indonesia justru menjawab pertanyaan-pertanyaan lain.

Beberapa isu yang dijawab Indonesia tentang dugaan pengerahan militer ke Papua, kebebasan beragama, kasus Panji Gumilang, hingga kasus Haris-Fathia. Delegasi Indonesia juga menjawab soal hak politik orang asli Papua yang ditanyakan Ndiaye bersamaan dengan kasus pencalonan Gibran.

sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *