Absennya Konstitusi Dalam Kurikulum Kita

Absennya Konstitusi Dalam Kurikulum Kita
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Prof M. Yudhie Haryono PhD – Rektor Universitas Nusantara

Hajinews.co.id – Mengapa kita kehilangan titik tuju? Karena kita lupa dengan titik kumpul. Mengapa kita kehilangan titik kumpul? Karena kita lupa dengan titik tumpu. Inilah kemenangan riil dari lanjutan atas neokolonialisme yang sedang terus dialami Indonesia.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Padahal, tiga titik itu ada dalam konstitusi. Tetapi, konstitusi kita tak ditradisikan pelajarannya. Tak banyak orang suka. Hanya sedikit sekali yang peduli dan sadari. Akhirnya kita lupa apa itu negara, mengapa ia dilahirkan dan bagaimana mencapai tujuannya serta kapan itu diselenggarakan.

Padahal, bernegara itu berkonstitusi. Tentu, berkonstitusi itu bernegara. Dus, jika ingin tahu jawaban dari pertanyaan, apa, siapa, kapan dan bagaimana suatu negara, bacalah konstitusinya. Apa itu titik tumpu, titik kumpul dan titik tuju, bacalah konstitusi.

Tetapi, konstitusi sebuah negara tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya saja. Apalagi cuma dihapal dan dilombakan. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksud dari konstitusi suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana lahirnya, harus diketahui perdebatannya, aktornya, keterangan-keterangannya dan dalam suasana apa konstitusi itu dibuat.

Singkatnya, konstitusi negara kita menjadi dasar hukum penyelenggaraan bernegara. Dalam kehidupan bernegara, penyelenggara negara maupun warga negara bertindak berdasar dan menurut ketentuan dalam konstitusi. Dengan demikian konstitusi menjadi hidup (living constitution) dan memunculkan perilaku konstitusional.

Dus, ia harus dipelajari, dikurikulumkan dan ditradisikan agar semua warganegara berperilaku konstitusional: bertuhan, berkemanusiaan, berpersatuan, bermusyawarah dan berkeadilan.

BPUPKI dan PPKI dalam merumuskan UUD45 asli dibangun di atas lima substansi fundamental yaitu: 1)Presiden harus orang Indonesia asli agar membela yang terjajah; 2)Hikmat kebijaksanaan dalam semua persoalan; 3)Musyawarah dan perwakilan dalam representasi politik perundangan dan putusan; 4)Ekonomi mengutamakan hajat hidup orang banyak dalam bentuk koperasi; 5)Keadilan dan kesentosaan milik semua.

Sayangnya kini, lima substansi fundamental itu dihilangkan. Akibatnya, kita linglung dan limbo. Mabuk menyembah rumusan baru yang ditempelkan dan distempel sebagai obat mujarab, padahal racun.

Atas alasan itulah, buku Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI diterbitkan ulang. Buku ini memuat beberapa hal inti, antara lain laporan hasil sidang BPUPKI pertama dan kedua. Juga laporan sidang-sidang PPKI. Buku ini berjudul lengkap Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-2 Agustus 1945.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *