PDIP Belum Juga Gulirkan Hak Angket, Puan Maharani Membelot ke Prabowo?

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) disebut berpotensi bergabung dengan kabinet calon presiden (capres) terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto.

Potensi bergabungnya PDIP ke Prabowo tercermin dari meluasnya isu hak angket di DPR RI yang mulanya diangkat oleh politisi PDIP.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Namun belakangan, partai berlambang banteng ini seakan tarik-ulur untuk menggaungkan hak angket di Parlemen.

Ketua DPP PDIP Puan Maharani juga menegaskan bahwa belum ada perintah kepada fraksi PDIP di DPR untuk menggulirkan hak angket. Terlebih kata dia, hak angket bukan hanya soal keinginan politik tapi juga butuh dukungan politik.

“Tapi kita lihat dulu lah gimana di lapangannya. Apakah kemudian itu kan perlu hal yang memang di lapangannya itu perlu ada dukungan politik, bukan hanya keinginan politik, tapi ada dukungan politik yang memang nanti akan berguna bagi masyarakat,” kata Puan yang juga sebagai Ketua DPR RI, Kamis, 28/3/2024.

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menyebut bahwa pihaknya mendapat tekanan hukum, sehingga tidak kunjung mengajukan hak angket.

Akibatnya, menurut Hasto, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri butuh waktu lama untuk memutuskan pengguliran hak angket.

“(Bu Mega) bukan perhitungan, tapi tekanannya, tekanan hukumnya kan kuat sekali,” kata Hasto, Sabtu, 30/3.

Selain soal hak angket, wacana pertemuan antara Prabowo dengan Megawati juga mengindikasikan adanya potensi PDIP merapat ke Prabowo.

Puan saat ditanya terkait kemungkinan pertemuan Prabowo dengan Megawati tidak menjawab secara tegas, dia hanya menjawab “Insyaallah“.

Sementara itu, politisi PDIP Chiko Hakim menegaskan bahwa pertemuan kedua tokoh tersebut tetap mungkin terjadi, karena dilihat dari latar belakangnya, Prabowo dan Megawati dianggap tidak memiliki permasalahan.

“Pertemuan Bu Mega dengan Pak Prabowo tetap mungkin terjadi, karena hubungan keduanya sudah lama saling mengenal. Jadi hal-hal seperti ini bukan hal yang begitu mengejutkan,” kata Chiko, Jumat, 29/3.

Terlepas dari itu, apakah pengakuan Hasto soal adanya tekanan hukum, sehingga hak angket dibiarkan menguap tanpa dieksekusi, atau justru ada hal lain yang menjadi musabab mandeknya hak angket?

Pengamat Politik dari Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, hak angket yang disuarakan pertama kali oleh capres 03 Ganjar Pranowo akan mengalami kendala konsolidatif.

Pasalnya, menurut Dedi, PDIP sejak awal Pemilu 2024 sudah menunjukkan ketidaksolidan. Sebab, kata dia, ada dua fraksi di tubuh PDIP, yakni kubu Puan dan kubunya Prananda Prabowo yang merupakan saudara kandungnya.

“Dua kubu antara Puan Maharani dan Prananda sedang bertarung pengaruh, Puan banyak menunjukkan dukungan pada (Presiden Joko Widodo) Jokowi dan Prabowo dibanding ke Ganjar. Sebaliknya Prananda dengan loyalisnya sangat loyal pada Ganjar,” kata Dedi kepada Forum Keadilan, Sabtu, 30/3.

Menurut Dedi, Puan sudah sejak awal kerap membela Jokowi dari serangan kritik para kader PDIP. Selain itu, Puan dianggap akan menjembatani komunikasi antara Prabowo dengan Megawati, begitu juga antara Jokowi dengan Megawati.

Bukan tanpa alasan, Dedi menilai, langkah yang dilakukan Puan tersebut karena memiliki kepentingan politik, yakni untuk mempertahankan posisi ketua DPR tetap berada di pangkuannya.

“Jika PDIP gagal digiring ke Prabowo, besar kemungkinan Puan akan gagal juga menuju kursi pimpinan DPR karena dari hitungan jumlah, jelas PDIP minim dukungan di Parlemen untuk periode berikutnya,” ujarnya.

Dedi menganggap langkah Puan tersebut sebagai sebuah prestasi apabila berhasil mempertemukan Prabowo dengan Megawati, sebab pertemuan keduanya menandakan adanya rekonsiliasi antara Jokowi dengan Megawati.

“Bukan tidak mungkin bargaining kekuasaanya Puan selain mendapat dukungan Presiden tetap menjadi ketua DPR, juga berpeluang memimpin PDIP,” tuturnya.

Dedi juga menyampaikan, jika PDIP merapat ke Prabowo tidak akan ada banyak perubahan pada perpolitikan di Indonesia. Sebagaimana pada masa Jokowi, koalisi partai penguasa lebih dominan dibanding dengan partai oposisi.

“Sehingga, kekuasaan akan terdistribusi oligarkis, berkisar di antara sedikit elit itu-itu saja,” paparnya.

Selain itu, Dedi juga mengungkapkan nasib Ganjar jika PDIP berkoalisi dengan Prabowo. Capres yang didukung PDIP itu dianggap sudah tidak punya kesempatan lagi kecuali hanya menjadi tokoh di PDIP.

“Ganjar hanya akan menjadi tokoh PDIP, peluang Ganjar tentu sudah usai pasca kalah di pilpres, bahkan Ganjar bisa saja tidak masuk dalam jajaran ‘orangnya’ Puan Maharani,” pungkasnya.

sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

0 Komentar