Peraturan Pemaksaan Tabungan Perumahan Rakyat Kepada Pekerja Melanggar Konstitusi: Wajib Batal

Pemaksaan Tabungan Perumahan Rakyat
Tabungan Perumahan Rakyat arau Tapera


banner 800x800

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Hajinews.co.id – Pemerintah lagi-lagi membuat ulah. Kali ini melalui pemaksaan penyelenggaraan tabungan perumahan rakyat (Tapera). Masyarakat pekerja dipaksa untuk menabung, untuk membiayai proyek perumahan rakyat.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2024 (tentang perubahan atas peraturan pemerintah no 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat), pemerintah mewajibkan, alias memaksa, Pekerja harus menabung sebesar 3 persen dari gaji, upah atau pendapatannya: Pemberi Kerja menanggung 0,5 persen, dan Pekerja menanggung 2,5 persen.

Bukan saja sewenang-wenang, Peraturan Pemerintah tentang Tapera ini, dan dasar hukum yang digunakan, yaitu UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, secara transparan melanggar Konstitusi, sehingga bukan saja wajib ditolak, tetapi wajib batal demi hukum.

Dasar hukum UU Tapera mau meniru UU tentang Jaminan Sosial (Ketenagakerjaan) yang bersifat memaksa. Dalam UU Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, setiap Pekerja wajib mengikuti program Jaminan Sosial (ketenagakerjaan) dengan iuran (premi) sebagian ditanggung Perusahaan (Pemberi Kerja) dan sebagian ditanggung Pekerja.

Tetapi, program Tabungan Perumahan Rakyat tidak bisa disamakan dengan program Jaminan Sosial. Pemerintah tidak bisa memaksa Pekerja untuk menabung, dengan alasan apapun, termasuk untuk perumahan rakyat, karena melanggar konstitusi. Sedangkan program Jaminan Sosial merupakan perintah konstitusi, Pasal 34 Undang-Undang Dasar (UUD) tentang Kesejahteraan Sosial berbunyi:

(1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”, dan
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan pasal ini diatur dengan undang-undang.

Oleh karena itu, sesuai perintah Konstitusi, terbitlah undang-undang UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang sebagian sudah diubah dengan UU Cipta Kerja (yang juga bermasalah Konstitusi).

Sesuai perintah konstitusi Pasal 34 ayat (1), maka iuran Jaminan Sosial bagi masyarakat tidak mampu ditanggung pemerintah.

Sebaliknya, dasar hukum UU Tapera bertentangan dengan Konstitusi. Pertimbangan hukum UU Tapera merujuk Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H, dan Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Seolah-olah, pembentukan UU Tapera ini sudah memenuhi perintah konstitusi. Tetapi, faktanya, tidak ada pasal-pasal konstitusi tersebut yang memberi wewenang kepada pemerintah (dan DPR) untuk membentuk UU yang mewajibkan masyarakat untuk menabung.

Pasal 20 dan Pasal 21 UUD hanya menyatakan wewenang DPR dalam membuat undang-undang.

Pasal 28 terkait Hak Asasi Manusia. Sekali lagi Hak. Bukan kewajiban. Pasal 28C ayat (1) menyatakan setiap orang mempunyai hak mengembangkan diri untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, mendapat pendidikan, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan. Sedangkan Pasal 28H menyatakan setiap orang mempunyai hak antara lain untuk hidup sejahtera, mempunyai tempat tinggal, …, memperoleh pelayanan kesehatan, memperoleh kesempatan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan, mendapat Jaminan Sosial, dan perlindungan hak pribadi.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *