Geram Kena Nyinyir Soal Kemampuan Kelola Tambang, Ketua PBNU Bersuara



banner 800x800

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.id — Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf buka suara atas penilaian banyak orang mengenai kemampuan NU sebagai Ormas Keagamaan dalam mengelola pertambangan.

Sebagaimana diketahui, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Atas aturan yang tertuang dalam Pasal 83A beleid itu, Ormas Keagamaan mendapatkan prioritas pengelolaan tambang. Nah, untuk NU pemerintah menyatakan menyiapkan lahan batu bara hasil penciutan lahan dari tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC).

Yahya menyadari banyak yang tak mempercayai peran NU dalam mengelola tambang. “Ini (NU) bukan orang goblok-goblok ini. Kita sudah punya kapasitas profesional untuk itu. Nggak percaya? Nanti lihat, masa kita belum jalankan, Udah dibilang gak profesional-gak profesional gimana,” ungkap Yahya dalam akun instagram resmi NU @nahdlatululama, dikutip Kamis (13/6/2024).

Ia menegaskan, bahwa pihaknya sudah mengatur struktur bisnis pengelolaan tambang tersebut. Hal itu supaya hasil dari pengelolaan tambang tidak lari ke tangan-tangan pribadi.

“Udah kita atur. Nggak percaya? Nanti lihat aja, nah sekarang ada perang narasi. Kemarin saya di datangi orang ini soal startegi narasi ini gimana caranya. Gimana kita counter narasinya, kita kan udah punya counter narasi ya tapi kalah kuat di berbagai platform publik seperti medsos,” ungkap dia.

Di awal pembasahan soal tambang ini, Yahya menyatakan, pengelolaan tambang harus dilihat secara fiqih. Baginya, tambang dibilang haram dilihat berdasarkan cara pengelolaan dan penggunaannya.

“Jadi asal-usulnya, cara mengelolanya dan penggunaannya itu yang bikin haram. Tapi memanfaatkan batu bara itu tidak otomatis haram, Nah kalau soal asal-usul, cara dan penggunaannya itu bukan cuma batu bara. Ayam goreng itu bisa haram. Kalau ayamnya nyolong, nyembelihnya tidak benar,” ungkap Yahya.

Bagi Yahya, pemberian tambang kepada Ormas Keagamaan sebagai jalan pemerintah untuk mencegah kebekuan dari asymmetric distribution of resources. Sebab, ada ketimpangan distribusi resources, di mana sudah banyak perusahaan-perusahaan yang terlanjut menikmati tambang di Indonesia bahkan hingga jutaan hektare.

“Nah itu, terus gimana caranya supaya ada distribusinya lebih adil? Nah di sini pemerintahan pak Jokowi lalu cari akal. Mereka (pengusaha) dikasih deadline harus bisa menggarap lahan yang menjadi haknya sebagai izin. Yang izinnya sudah dia dapat sampai batas waktu tertentu. Kalau tidak memenuhi target, maka lahan yang sudah dikasih izin itu akan dipotong. Itu namanya relinquish dan akhirnya dipotong beneran,” jelas Yahya.

Adapun setelah lahan tersebut diciutkan, lanjut Yahya, pemerintah tidak mungkin untuk melakukan lelang lagi, lantaran takut jatuh ketangan perusahaan-perusahaan yang sama. Maka, terjadi redistribusi yang kemudian diberikan kepada Ormas-ormas Keagamaan.

“Itu artinya dijadikan sasaran. Tapi ya sasaran masuk akal, karena kalau ormas pasti dia pakai untuk urusan agamanya dan sampai kepada umatnya. Itu pikirannya itu. Kalau diserang ya biar nyerang ormas agamanya, jangan nyerang pemerintahan, gitu kan maksudnya,” tegas Yahya.

Kemudian, kata Yahya, untuk Ormas yang ditawarkan WIUPK itu dan ingin mengelola, maka dipersilahkan untuk mengajukan permohonan. “Nah barang sudah ditawarkan begini, masa gak mau? Sampaen ditawani getuk aja mau. Kita maulah, kita ajukan. Kita jelas butuh nih Desperate ini. Ini udah melarat berapa lama ini? Sampai imajinasi kaya aja gak punya,” tegas Yahya.

Sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *