Kisah Sentot Ali, Panglima Muda Prajurit Pangeran Diponegoro Yang Cerdas Namun Suka Hidup Mewah

Kisah Sentot Ali
Sentot Ali

Hajinews.co.idSentot Ali merupakan salah satu tokoh muda yang turut serta dalam perjuangan melawan penjajah Belanda pada masa Perang Jawa. Seperti diketahui, perang Jawa merupakan perang tersulit yang pernah dialami Belanda, karena berlangsung lama dan memakan biaya yang tidak sedikit.

Sentot, seperti diketahui, menjadi pemimpin atau panglima tentara di masa mudanya. Pada usia 17 tahun, ia bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro di Selarong. Ia didampingi oleh seorang bangsawan muda bernama Ali Basah Abdul Mustopo Prawirodirjo.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Sosok Sentot memang menorehkan nama harum, sebab memiliki keberanian dan kecerdasan ketika bertempur. Ia konon merupakan putra Raden Ronggo Prawirodirjo III dari istri selir yang berasal dari Madiun.

Dikutip dari buku “Takdir : Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 – 1855″ dari Peter Carey, sosok Sentot sendiri digambarkan sebagai anak muda yang brilian, pemberani, dan berapi-api di segala hal. Di penghujung 1828, saat Sentot memasuki usia 20 tahun, sudah tampil sebagai panglima militer, ahli strategi yang terkenal, dan memiliki keberanian luar biasa.

Di bawah sosok Sentot pulalah pasukannya berhasil memenangkan pertempuran dengan pasukan Gerak Cepat ke-8 yang dipimpin Mayor H.F. Buschkens di Kroya, Bagelen Timur, pada awal Oktober 1828. Tetapi di sisi lain dinamika jalannya perang ini mulai tidak menguntungkan bagi Pangeran Diponegoro.

Pada Desember 1828, Sentot meminta agar diberi kuasa untuk memimpin seluruh kekuatan pasukan Diponegoro di medan tempur, sekaligus diizinkan untuk menarik pajak langsung, yang berarti mengabaikan patih. Hal ini akhirnya mengganggu batin sang pangeran, yang sadar bahwa perannya sebagai Ratu Adil, mestilah menjamin kebijakan pajak yang ringan, dan tersedianya sandang pangan murah.

Pangeran Diponegoro takut jangan – jangan rakyat kebanyakan bakal ditindas, jika Sentot yang terkenal suka hidup boros itu diizinkan memegang dalam satu tangan tanggung jawab militer dan pemerintahan. Pangeran lalu meminta pendapat para komandan yang lain, juga bertanya pada pamannya, Pangeran Ngabehi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *