Masya Allah, Ini Isi Sumpah Pendiri NU di Depan Ka’bah

Sumpah Pendiri NU di Depan Ka'bah
KH Hasyim Asy'ari


banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.co.idKH Hasyim Asy’ari adalah seorang ulama dan pahlawan nasional pendiri organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU). Hasyim Asy’ari masih menuntut ilmu di Makkah, pernah ia mengambil sumpah di Multazam, tempat mustajab Ka’bah, dan kemudian ditepatinya di Tanah Air.

Petikan dari buku KH Hasym Asy’ari: Kesedihan Kyai ke Negeri karya Ahmad Zubaidi dan lain-lain: Hasym Asy’ari lahir pada tanggal 14 Februari 1871 di desa Gedang, Jombang, Jawa Timur. Lahirlah Muhammad Hasim, anak ketiga dari sebelas bersaudara.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ayahnya bernama Kiai Asy’ari yang mendirikan pesantren Keras di Jombang, sedangkan kakeknya Kiai Usman adalah kiai terkenal pendiri pesantren Gedang di akhir abad ke-19. Dari garis keturunan sang ayah, Hasyim merupakan keturunan dari Rasulullah SAW.

Pada usia 21 tahun, Hasyim Asy’ari menikah dengan Khadijah yang merupakan seorang putri dari Kyai Ya’qub. Tidak lama setelah menikah, Hasyim Asy’ari bersama istrinya berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji.

Setelah tujuh bulan di sana, istri dan anaknya meninggalkannya selama-lamanya. Setelah cobaan tersebut berlalu, ia memutuskan kembali ke Indonesia.

Pada 1893, Hasyim Asy’ari kembali lagi ke Makkah dan menetap di sana selama 7 tahun untuk menuntut ilmu. Hasyim Asy’ari mempelajari dan memperdalam ilmu agama Islam dengan berguru pada banyak ulama, salah satunya Syekh Mahfudh At Tarmisi.

Sunanto menceritakan di dalam bukunya berjudul Sang Kyai, Hasyim Asy’ari selama di Tanah Suci tidak pernah melupakan kondisi dan keadaan Tanah Air yang sedang dalam kondisi terjajah.

Ketika sedang menjadi seorang pelajar di Makkah, Hasyim Asy’ari sering berkumpul dengan teman-temannya yang negaranya sama-sama dijajah, mulai dari Malaysia, India, Burma. Beliau dan temannya saling berdiskusi dan bercerita tentang keadaan dan penderitaan yang dialami bangsa mereka.

Ikrar KH Hasyim Asy’ari di Depan Ka’bah

Singkat cerita, Hasyim Asy’ari lantas mengajak teman-temannya pada suatu malam di bulan suci Ramadan untuk bersumpah di hadapan Multazam yang berada di dekat pintu Ka’bah sekaligus menjadi tempat mustajab untuk berdoa di Tanah Suci.

Dikutip dari Dr. Miftahuddin dalam bukunya berjudul KH. Hasyim Asy’ari: Membangun, Membela, dan Menegakkan Indonesia, sumpah tersebut berisi sebuah janji yang harus ditepati apabila mereka sudah sampai dan berada di negara masing-masing.

Adapun perkara yang diikrarkan Hasyim Asy’ari adalah tekad untuk berjuang di jalan Allah SWT demi tegaknya agama Islam, berusaha mempersatukan umat Islam, dan upaya penyebaran ilmu pengetahuan serta pendalaman ilmu agama Islam.

Bagi Hasyim Asy’ari dan temannya, tekad tersebut harus dicetuskan dan dibawa bersama dengan mengangkat sumpah. Sebab pada saat itu, kondisi dan situasi sosial politik di negara-negara Timur hampir bernasib sama, yakni berada di bawah kekuasaan penjajahan bangsa Barat.

KH Hasyim Asy’ari Tepati Sumpahnya

Setelah bersumpah di depan Ka’bah, Hasyim Asy’ari akhirnya pulang ke Tanah Air untuk menepati janjinya. Rizem Aizid menjelaskan dalam bukunya Selayang Pandang K.H, demi menepati janjinya itu Hasyim Asy’ari memulai perjuangannya untuk melawan penjajah.

Pada 1899, beliau mendirikan Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur. Pendirian pesantren yang dilakukan pada masa kolonial Belanda tentunya mendapat rintangan dan halangan serta gangguan dari pemerintah kolonial.

Sebab, Belanda tidak ingin umat Islam di Indonesia maju dan pintar, melainkan sebaliknya ingin agar umat Islam tetap berada dalam kebodohan.

Belanda pun menganggap pesantren milik Hasyim Asy’ari itu berbahaya dan mengancam eksistensi pemerintah kolonial di Indonesia. Untuk itulah, Pesantren Tebuireng menjadi salah satu sasaran tindakan represif penjajah.

Dikutip dari NU Online, pada 1913, Pondok Pesantren Tebuireng diserang dengan secara membabi buta oleh tentara Belanda. Bangunan pondok dirobohkan serta kitab-kitab agama dirampas dan sebagian dimusnahkan.

Belanda juga menyebarkan fitnah yang mengatakan jika Pesantren Tebuireng merupakan markas pemberontak dan pusat ekstremis muslim. Kepada para santrinya, Hasyim Asy’ari mengatakan serangan yang dilancarkan oleh Belanda itu sepatutnya membakar semangat untuk terus berjuang demi tegaknya agama Islam dan kemerdekaan Indonesia.

Pada masa penjajahan Jepang, Hasyim Asy’ari dengan berani menolak kebijakan seikerei. Melalui kebijakan itu warga Indonesia diwajibkan untuk menyanyikan lagu kebangsaan Jepang. Hasyim Asy’ari menolak dengan tegas dan meminta semua bangsa Indonesia mengikuti sikapnya.

Bahkan, akibat dari aksi penolakan tersebut, beliau pun dipenjara dan disiksa selama 4 bulan. Meskipun Hasyim Asy’ari disiksa oleh pemerintah Jepang, ia sama sekali tidak goyah dan teguh pada pendiriannya.

Hasyim Asy’ari terus melakukan gerakan perlawanan selama hidupnya. Ia mengerahkan seluruh tenaga, waktu, ilmu serta menggunakan organisasinya, NU, untuk menegakkan agama Islam dan kemerdekaan Indonesia. Hingga akhirnya pada 25 Juli 1947 setelah dua tahun kemerdekaan Indonesia, Hasyim Asy’ari wafat saat berusia 76 tahun.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *