“Semula Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) ditargetkan sudah bisa disahkan sebelum 17 Agustus 2022 sebagai hadiah HUT Proklamasi. Sebab, RKUHP ini sudah 59 tahun disiapkan dan dibahas, padahal ini termasuk arah politik hukum nasional yang ditunjuk oleh Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945,” kata Mahfud MD dalam keterangannya, Jumat (29/7).
Mahfud MD mengatakan, RKUHP tak pernah berhenti diperdebatkan selama 55 tahun terakhir dan selalu tertunda. Bahkan, pembahasan kali ini juga sempat tertunda pada 2019.
“Tapi agar serap dan olah aspirasinya maksimal, kita akan usahakan untuk membuka ruang lagi kepada Dewan Pers menyampaikan pandangan dan usulnya. Senin pekan depan pemerintah akan membicarakan dulu,” pungkasnya.
Salah satu pembahasan yang menjadi sorotan dalam RKUHP adalah kebebasan pers. Dewan Pers pun telah beraudiensi dengan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej dan perumus RKHUP pada Rabu (20/7) lalu. Dalam kesempatan itu, Dewan Pers mengungkapkan ada delapan pasal yang jadi sorotan terkait kebebasan pers.
Pertama, terkait dengan pasal penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden dalam pasal 218-220. Pihak Dewan Pers mengkhawatirkan hal ini akan mengancam dan menghalangi fungsi pers sebagai kontrol sosial.
Kemudian, pasal soal penyiaran atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan bohong. Ini tertuang dalam pasal 263 dan 264. Selain itu, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara dalam pasal 351 dan 352 dan penghinaan terhadap pemerintah dan penghasutan untuk melawan penguasa umum dalam pasal 246-248.
Selanjutnya soal gangguan dan penyesatan proses peradilan dalam pasal 280, tindak pidana terhadap agama dalam pasal 302-304, pencemaran nama baik dalam pasal 440, dan pencemaran orang mati dalam pasal 443.