Hajinews.id – Presiden Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur kerap melontarkan humor. Humor ini selain bisa membuat orang tertawa terpingkal-pingkal, namun juga sarat akan makna.
Salah satunya adalah kisah yang dilansir NU Online. Setelah mencanangkan kembali ke Khittah 1926 pada 1984 yakni tidak berpolitik praktis, Nahdlatul Ulama (NU) di bawah kepemimpinan Gus Dur tetap memiliki posisi politik penting.
Hal ini terbukti ketika Soeharto berulang kali meminta Gus Dur tidak terpilih lagi menjadi Ketua Umum PBNU, tapi upaya Soeharto selalu menemui kegagalan.
Gus Dur menjadi “faktor politik”. Kala itu, unsur NU di PPP masih terus berkonsultasi, baik dengan Gus Dur sebagai Ketua Umum PBNU maupun dengan Rais ‘Aam PBNU KH Achmad Siddiq, dan Rais NU lainnya seperti KH Yusuf Hasyim dan KH MA Sahal Mahfudh.
Unsur NU di PPP tetap memerlukan pandangan atau arahan politik. Kala itu, masalah ini pun sempat ditanyakan ke Gus Dur soal bagaimana sebenarnya posisi NU.
“NU tidak ke mana-mana, tapi ada di mana-mana,” jawab Gus Dur enteng, dikutip NU Online.