Oleh: Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Hajinews.id – KOALISI Indonesia Bersatu atau yang lebih dikenal dengan KIB, masih ada atau tidak? Ini yang menjadi pertanyaan publik selama ini. Yang pasti belum ada pembubaran. Koalisi yang konon dibentuk atas perintah Sang Dalang ini terdiri dari Golkar, PAN, dan PPP. Lahir paling awal dan hingga hari ini belum deklarasi capres.
Namun, publik dikejutkan ketika PPP mendeklarasikan diri untuk bergabung dengan PDIP mengusung Ganjar Pranowo. PPP sendirian? Tampaknya begitu.
Sementara PAN sedang bermanuver ke Gerindra, membawa nama Erick Thohir untuk jadi cawapres Prabowo Subianto. Apakah ini artinya KIB bubar? Belum jelas juga. Terus dan bubarnya tetap harus menunggu petunjuk Sang Dalang.
Sementara Golkar masih luntang-lantung. Merasa ditinggalkan? Mungkin iya. Mungkin juga tidak. Boleh jadi Golkar diberi tugas untuk melakukan manuver ke Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Golkar tidak bisa apa-apa kalau semua skenario ini atas perintah Sang Dalang. Di hadapan Sang Dalang, tidak ada partai koalisi yang bisa mengurus takdirnya sendiri. Inilah yang disebut dengan loyalitas. Mungkin lebih dari itu.
KIB tidak kokoh sejak kelahirannya. Sebab, bukan tiga partai anggota koalisi yang menjadi penentu nasib mereka. Mereka bekerja sesuai petunjuk.
Tidak hanya KIB, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang beranggotakan Gerindra dan PKB pun ikut petunjuk. Cerita Prof Denny Indrayana sepertinya telah dipercaya publik. Bahwa semuanya ikuti petunjuk Sang Dalang.
Buktinya? Cerita itu viral. Publik yang memviralkan. Anggota parpol punya mau, tapi kalau kemauan itu tidak direstui oleh Sang Dalang, mereka bisa apa? Ini bagian dari konsekuensi loyalitas. Harus total! Harus Yes. Tidak ada kata No.
Situasi politik saat ini memang tidak biasa. Variabel-variabelnya tidak bebas. Semua ditentukan Sang Dalang. Anda akan keliru kalau membaca politik hari ini dengan kaca mata dan analisis normal. Sebab, penentu permainan bukan para parpol. Sekali lagi, bukan. Mereka tidak punya pilihan kecuali mengikuti petunjuk dan skenario Sang Dalang. Inilah loyalitas total.
Jika anda ingin membaca politik hari ini, bacalah skenario Sang Dalang. Apa mau dan yang dikehendaki Sang Dalang, itu bisa menjadi petunjuk untuk membuat analisis politik.
Misalnya, Sang Dalang inginnya dua pasang capres di 2024. Maka, anda harus menganalisis sebesar apa kemampuan pihak lain, baik oposisi maupun pihak yang tidak setuju dengan langkah politik Sang Dalang untuk mengadangnya. Analisis politik fokus ke objek adu kuat ini. Siapa paling kuat, di situlah eksekusi politik terjadi.
Kalau Sang Dalang lebih kuat, maka ini akan terjadi. Kalau pihak yang menentang lebih kuat, maka gagasan itu di-pending untuk kemudian muncul kembali di waktu yang tepat. Setelah itu, adu kuat lagi. Kata Ibnu Khaldun, Bapak perintis ilmu Sosiologi paling awal, pemenang adalah yang paling kuat. Bukan paling baik.