Joko Widodo Panggil Tukang Gojek Jadi Menteri

Nadiem Makarim (dok)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews.id,- Agenda pertama Presiden Joko Widodo adalah mengenalkan calon menteri yang akan membantunya mencapai target lima tahun mendatang. Sejumlah calon menteri sejak pagi dipanggil ke istana untuk dimintai visi dan misinya, serta apakah orang yang dipanggil ini memiliki komitmen mencapai target yang ingin dicapai Jokowi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Salah satu yang dipanggil Jokowi Senin pagi (21/10/2019) adalah seorang “tukang” Gojek bernama lengkap Nadiem Makarim.  Lebih tepanya, Nadiem Makarim adalah pendiri alat transportasi digital bernama Gojek yang saat ini menjadi kebanggan masyarakat karena kesuksesannya.

Usahanya banyak menyerap tenaga kerja dan mampu merespon perkembangan digital dalam revolusi industri 4.0. Di bawah PT Gojek Indonesia, kini Gojek menjadi kebanggan Indonesia dan menjadi inspirasi bisnis digital kaum milenial.

Bos Gojek Nadiem Anwar Makarim lahir pada 4 Juli 1984 silam di Singapura dari pasangan Nono Anwar Makarim dan Atika Algadri.

Ayahnya seorang aktivis dan pengacara terkemuka di Indonesia keturunan Minang-Arab. Sementara ibunya seorang penulis lepas, putri dari Hamid Algadri, salah seorang perintis kemerdekaan Indonesia.

Nadim sendiri merupakan kepokanan Zacky Anwar Makarim, seorang mantan perwira tinggi TNI-AD dari kesatuan infanteri.

Bapak dari seorang putri ini menghabiskan masa kecilnya di Jakarta dengan bersekolah dari tingkat SD hingga SMP. Kemudian ia pindah ke Singapura untuk melanjutkan SMA.

Setamat SMA di tahun 2002, ia terbang ke negeri Paman Sam untuk melanjutkan kuliah di Brown University mengambil jurusan international relations and affairs selama empat tahun.

Selepas menyelesaikan sarjana di Brown University, Nadiem bekerja sebagai konsultan bisnis di McKinsey selama hampir tiga tahun.

Setelah bekerja di McKinsey, ia kembali melanjutkan pendidikannya di jenjang master di Harvard Business School. Tahun 2011, ia berhasil meraih gelar titel M.B.A. (Master of Business Administration) dari Harvard.

Sepulang dari menyelesaikan master di Amerika Serikat, ia pulang ke tanah air. Dari sana ia sudah terpikir untuk membangun bisnis sendiri tapi belum dilakukan secara serius. Ia kemudian mengembangkan kariernya sebagai Managing Director di Zalora Indonesia dan Chief Innovation Officer di Kartuku.

Lahirnya Gojek

Ditengah-tengah berkarier di korporat, Nadiem sebetulnya telah mendirikan Gojek diawal 2010. Sebelum mendirikan Gojek, Nadiem adalah seorang yang setia menggunakan jasa ojek.

Sebagai pelanggan ojek, ia mengamati permasalahan utama tukang ojek adalah waktu produktif yang sedikit, seperti mangkal dan menunggu penumpang.

Ketika di pangkalan ojek, pengemudi harus bergiliran mendapatkan penumpang dengan pengemudi ojek lainnya. Disisi lain dari segi pelanggan ojek, juga merasa malas berjalan mencari pangkalan ojek. Keamanan dan kenyamanan ojek juga belum terjamin 100%.

Di kota-kota besar, orang lebih suka menggunakan taksi karena lebih mudah dicari dan bisa dipesan melalui telepon.

Dari riset dan pengamatan tersebut, ia mendapatkan ide awal untuk berinovasi bagaimana cara menghubungkan pengendara ojek dengan calon pengguna jasanya.

Salah satu solusinya adalah dengan menggunakan telepon genggam. Gojek pun dirintisnya pada tahun 2011 dengan sistem sangat sederhana, yaitu calon penumpang menghubungi melalui telepon atau kirim SMS untuk memesan ojek.

Setelah empat tahun berjalan Gojek tumbuh secara organik. Nadiem lalu  memutuskan untuk menjadi seorang full-time entrepreneur bersama Gojek.

Baru tahun 2015, Gojek meluncurkan aplikasi yang bisa diunduh di Play Store bagi pengguna Android. Lalu disusul dengan aplikasi untuk pengguna iOS yang bisa diunduh di AppStore.

Gojek dengan segera melebarkan sayap di Jabodetabek dan beberapa kota besar seperti Surabaya, Yogyakarta.

Beberapa investor besar sebut saja Sequoia India, DST Global, NSI Ventures, Rakuten Venture, dan Formation Group pernah mengucurkan dananya untuk Gojek sepanjang 2016.

Adapula investor yang terdiri dari KKR, Warburg Pincus, Farallon Capital, dan Capital Group yang mengumumkan penyuntikan dana sebesar US$ 550 juta atau setara Rp 7,2 triliun ke Gojek pada Agustus 2016.

Tencent, investor asal Tiongkok, juga menyuntikkan dana yang ditaksir sekitar US$ 100-150 juta pada Mei 2017. Kemudian di Agustus 2017, JD.Com asal Tiongkok menggelontorkan dana sebesar US$ 100 juta.

Pada akhir Januari 2018, Google ternyata tertarik untuk berinvestasi di Gojek. Melalui perusahaan induknya, Alphabet, Google menggelontorkan dana yang kabarnya senilai US$ 1,2 miliar bersama Temasek Holding, perusahaan daring Tiongkok Meituan-Diangping.

Setelah investor Gojek selalu berasal dari luar negeri, kini giliran perusahaan dalam negeri ingin unjuk gigi dalam investasi di perusahaan startup. Astra Internasional menggelontorkan dana segar ke Gojek senilai US$ 150 juta atau sekitar Rp 2 triliun pada Februari 2018.

Pada saat yang bersamaan, Djarum Group juga menggelontorkan dana untuk Gojek.

Pendapatan yang dihasilkan juga cukup menjanjikan. Hal ini juga menjadi daya tarik banyak orang untuk menjadi pengemudi ojek. Hingga kini, Gojek berhasil menaungi 800.000 lebih pengemudi Gojek dari 50 kota di Indonesia.

Perusahaan startup unicorn pertama di Indonesia ini, saat ini telah memiki nilai valuasi perusahaan diatas US$ 1 miliar. (fur/dari berbagi sumber).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *