Kalau Presiden Ngerti Pancasila, Dia Tak Naikkan BPJS

Presiden Joko Widodo
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, hajinews.id,- Pernyataan ahli filsafat Rocky Gerung  benar-benar menjadi perbincangan publik yang menyadarkan banyak orang, terutama kalimanya yang menohok presiden tidak mengerti Pancasila. Katanya, Presiden hafal pancasila tapi tak ngerti maknanya.

Kalau Presiden mengerti makna Pancasila, maka dia tidak menaikkan BPJS, dan tidak melanggar UU Lingkungan, kata Rocky.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Polisi Pancasila atau Presiden juga gak ngerti Pancasila. Dia hafal tapi dia gak paham. Kalau dia paham dia gak berutang. Kalau dia paham, dia gak naikin BPJS. Kalau dia paham, dia gak melanggar UU lingkungan,” kata Rocky Gerung dalam diskusi di ILC TV One Selasa malam (3/12/2019).

Apa yang dikatakan Rocky adalah karena Pancasila bukanlah kata-kata yang tertulis tanpa makna. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa  bermakna setiap perbuatan manusia yang Pancasilais harus diorientasikan ke langit. Maksudnya, kalau istilah orang Islam adalah perbuatan dikerjakan karena Allah semata, tidak karena yang lain. Karena kalau karena yang lain maka perbuatan itu menjadi semu, tak ada nilai ketuhanannya.

Kemudian tentang Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Nilai kemanusiaan ini sesungguhnya menurut Rocky bisa diisi apa saja, termasuk kemanusiaan yang adil versi Liberalisme, Libertanianisme bahkan arxisme. Tapi di Pancasila, menurut Rocky tidak ada penjelasan soal ini. Makanya jika kemanusiaan yang adil itu merujuk pada “langit” maka tidak boleh ada perbuatan yang melanggar kemauan “langit.” Tidak boleh ada kebijakan yang menyusahkan orang, mislanya menaikkan BPJS, kebijakan yang melanggar UU Lingkungan, dan seterusnya.

Seperti diketahui, Pemerintah belum lama ini menaikkan iuran BPJS yang membuat peserta iuran merasa keberatan. BPJS tekor karena banyak rumah sakit “mengakali” sistem sehingga cenderung terjadi fraud. Istilah yang banyak beredar adalah pasien yang hanya cukup dengan obat ini dan itu, ditambah tindakan ini dan itu, sehingga menambah tagihan ke BPJS. Jalan keluarnya iuran dinaikkan.

Dalam peraturan baru untuk peserta kelas satu yang sebelumnya Rp 80 ribu rencananya akan naik menjadi Rp 120 ribu. Sedangkan kelas dua dari Rp 51 ribu menjadi Rp 80 ribu dan juga kelas tiga dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu. Kebijakan ini mulai diberlakukan awal September 2019.

Bahkan ada kebijakan yang mempermudah izin lingkungan demi investasi. Kasus semacam ini terjadi di berbagai daerah.

Pemerintah pusat belum lama ini juga sempat melarang ekspor nikel dengan alasan pembangunan smelter sudah mulai berjalan dan demi peningkatan kualitas produk nikel Indonesia.

Namun Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan kemudian mencabut larangan ekspor nikel itu. Kebijakan ini dianggap tidak berpihak penambang nikel.

Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy  menilai kebijakan membolehkan ekspor bijih nikel membuat lesu penambang nikel berkalori rendah dan berkalori tinggi. Penambang nikel yang punya produk kalori rendah di bawah 11% pasti tidak mau membangun smelter dan mengolah nikel mentah. Pada akhirnya bijih mentah nikel dengan kisaran kalori 11% dijual murah, padahal masih bisa diolah menjadi lithium.

“Yang rugi Indonesia karena tidak dapat nilai tambah. Itu dari aspek kebijakan tidak adil,” kata Ichsanuddin (Kontan, 29/11/2019).

Ia juga menyebut negara China yang diuntungkan dari kebijakan membolehkan ekspor nikel karena negara tersebut mengambil nikel dari Indonesia untuk menjadi bahan baku baterai mobil listrik. Padahal seharusnya Indonesia bisa lebih diuntungkan saat nikel itu diolah lebih dulu di dalam negeri. (fur/detik/kontan).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *