Digempur Impor, Harga Garam Lokal Makin Anjlok

Anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi saat meninjau stok garam di gudang penyimpanan garam di Pamekasan. (Antara Foto)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Serbuan produk impor membuat harga garam nasional semakin anjlok. Petani garam di Madura mengungkapkan harga komoditas garam saat ini hanya dihargai sekitar Rp 500 per kilogram (kg). Harga tersebut sudah termasuk biaya produksi hingga ongkos logistik.

“Ada yang beli, diterima di Surabaya itu ternyata kemarin Rp 525 per kg. Komponen Rp 525 itu dipotong truk, dipotong karung, dipotong kuli. Mereka (petani) terima kurang dari Rp 250 per kilogram,” kata seorang petani garam di Madura, Ismutajab, seperti dikutip dari detik, Rabu (22/1/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ismutajab menyebutkan harga tersebut anjlok cukup dalam jika dibandingkan kondisi tiga tahun lalu, tepatnya 2017. Saat itu, harga garam masih di kisaran Rp 2.450 per kg. “Saya jual produksi saya tahun 2017 itu jual Rp 2.450 per kilogram. Sekarang garam saya hanya dihargain Rp 500 sekian,” ujarnya.

Dia menegaskan bahwa yang paling terpukul karena jatuhnya harga garam adalah petani-petani kecil, misalnya yang cuma punya lahan 1 hektare. “Mereka tambah merana. Garamnya dia nggak bisa diangkut, taruh di tempat, karena kalau ngangkut mesti (ada) biaya, kalau dikarungin mesti beli karung mesti biaya, sementara dia kalau jual hanya dapatnya kurang dari Rp 250 per kilogram, nggak menutup cost,” papar  Ismutajab.

Adapun harga garam impor , menurut Ismutajab, diperkirakan Rp 700 per kg. Tapi begitu masuk ke Indonesia, harganya Rp 1.000 karena ada biaya-biaya tambahan. Begitu dijual kembali oleh importir harganya bisa sampai Rp 6.000 per kg. Sedangkan harga garam lokal tetap anjlok karena tak laku.

“Contoh garam kalau dia beli (garam impor) Rp 1.000 ya, diproses sedikit, kasih yodium sedikit, dia packing itu bisa dia jual Rp 3.000 sampai Rp 6.000,” jelas Ismutajab.

Sebelumnya, anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi menyatakan, sebanyak 301.696 ton garam rakyat hasil produksi garam 2019 di Pulau Madura, belum terserap, akibat harga garam anjlok.

“Data ini berdasarkan hasil kunjungan ke kantor pusat PT Garam di Kalianget, Sumenep dan gudang penyimpanan garam di Pamekasan tadi,” kata Baidowi di Pamekasan, Kamis (9/1/2020).

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) asal daerah pemilihan (dapil) Madura ini membeberkan data temuan saat melakukan kunjungan ke dua kabupaten itu.

Baidowi menyebutkan bahwa produksi garam PT Garam tahun 2019 cukup melimpah yakni mencapai 454.500 ton, sedangkan kapasitas gudang penyimpanan hanya 445.650 ton.

Sementara penyerapan garam rakyat menggunakan skema PMN (penyertaan modal negara) hingga akhir 2019 mencapai 152.804 ton.

Akibatnya garam tersebut harus disimpan di gudang olo (terbuka) yang hanya memiliki masa waktu satu tahun, dan itu terjadi, karena penjualan garam terkendala harga yang sangat murah, yakni hanya dalam kisaran Rp200 per kilogram atau Rp200 ribu per ton.

Dia menjelaskan, anjloknya harga garam ini salah satunya akibat masih dibukanya kran impor yang bisa dilakukan oleh perusahaan manapun yang memenuhi persyaratan. “Akibatnya harga tak terkendali,” ujar Awiek sapaan karib Achmad Baidowi   .

Selain itu,  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Pemberdayaan Nelayan Budidaya Ikan dan Petambak Garam, tambahnya, memang masih membuka ruang kebebasan bagi siapapun untuk melakukan impor garam.

Oleh karenanya, perlu adanya revisi untuk mengendalikan impor garam, agar berpihak pada kepentingan petani garam.Terutama, menurut dia dengan memasukkan poin di Pasal 38 dengan menambahkan beberapa poin.

Pertama, perlu ditambahkan tentang harga garam standar nasional sebagai bahan kebutuhan pokok. “Kedua, yang berhak mengimpor adalah BUMN. Tujuannya agar dapat mengendalikan jumlah stok impor tidak disalahgunakan dan agar menjadi buffer stok garam industri nasional,” katanya.

Berikutnya, hal yang juga perlu dimasukkan nanti bahwa BUMN yang dimaksud sebagaimana pada ayat (2) undang-undang itu, berfungsi sebagai buffer stok dan buffer harga untuk menjamin stabilisasi stok garam dan harga garam nasional.

Keempat, menurut mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Yogyakarta ini, bahwa BUMN yang dimaksud pada ayat 2 ketentuan itu hendaknya direkomendasikan oleh Menteri Perdagangan sebagaimana memenuhi persyaratan. “Sebab, jika tidak ada pengendalian atau pembatasanimpor garam, maka harga garam masih akan terus anjlok,” katanya.

Sementara kadar NaCL garam produksi dalam negeri menurut dia, sebenarnya cukup tinggi, tinggal dilakukan peningkatan kualitas melalui pemanfaatan teknologi. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *