Memotong Waktu dengan Alqur’an

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. Mohammad Nasih, 

Pengasuh Rumah Perkaderan dan Tahfidh al-Qur’an MONASH INSTITUTE Semarang; Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ, serta Redaktur Ahli Hajinews.id.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Salah satu pepatah Arab mengatakan: “Waktu adalah pedang; jika engkau tidak memotongnya, maka dia akan memotongmu”. Pepatah ini muncul karena konteks masyarakat Arab saat itu memiliki kebiasaan perang antar suku.

Perang itu tak ubahnya olimpiade di Yunani untuk menegaskan supremasi suku. Inti pesan pepatah ini sesungguhnya adalah betapa cepatnya waktu merambat, bagai pedang dalam sebuah pertempuran yang digunakan untuk menyabet lawan.

Jika pedang itu tidak kita tangkis dan kita potong dengan pedang kita, maka kita yang akan dipotong dan mati bersimbah darah, sedangkan kehidupan kita menjadi sia-sia karena tidak menang. Demikian pula waktu, karena dia tidak bisa berjalan mundur, dengan kecepatannya itu, siapa pun akan menemui ajal dengan sangat cepat.

Jika waktu hidup per orang diperbandingkan dengan waktu dari awal sampai akhir, sesungguhnya hanyalah limit mendekati nol saja. Agar kehidupan dalam rentang yang sangat pendek itu tidak sia-sia, maka harus digunakan untuk aktivitas-aktivitas padat yang seluruhnya bermanfaat.

Al-Qur’an, sesuai arti paling dasarnya, adalah bacaan. Bahkan kata ini, walaupun tidak disadari oleh banyak orang, telah diserap ke dalam bahasa Indonesia “koran”. Disebut koran, karena dulu, sebelum era digital menjadi bacaan pertama setiap hari.

Bedanya, kalau al-Qur’an tidak berubah sama sekali, sedangkan koran selalu bergantu setiap hari. Yang satu relevan karena tidak pernah berubah. Sedangkan yang satunya lagi akan dibutuhkan kalau berubah isi.

Karena itu, al-Qur’an memang harus dibaca sesering mungkin, bukan saja untuk mendapatkan pahala yang dijanjikan pada setiap hurufnya, tetapi lebih dari itu, untuk bisa menangkap petunjuknya yang sangat berguna bagi seluruh kehidupan. Mencari dan menemukan petunjuk di dalamnya menjadi kebutuhan dasar bagi manusia, agar segala amal yang dikerjakan tidak menjadi kesia-siaan dan bahkan menyebabkan kerugian.

Sebab, banyak hal di dalam kehidupan manusia harus dilakukan dengan tata cara yang sangat rigid, bahkan dimulai dari niat yang ada di dalam hati sampai gerakan yang dilakukan dengan anggota badan. Sebab, semuanya itu berdasarkan kehendak Allah Yang Maha Kuasa dan Berkehendak.

Jika tidak sesuai, maka bisa dinilai tidak sah, dan tentu saja tidak akan mendapatkan nilai sama sekali, karena tidak dimasukkan ke dalam hitungan.

Membaca al-Qur’an sebagai sebuah agenda rutin yang dipastikan, karena itu, menjadi di antara hal paling penting. Di dalam shalat, bisa dipastikan setiap muslim sudah membacanya, minimal al-Fatihah yang merupakan “induknya” ditambah dengan ayat-ayat lain yang disunnahkan untuk dibaca setelahnya.

Hanya saja, karena keterbatasan hafalan, sebagian besar muslim membaca ayat-ayat tertentu saja. Padahal masih ada ribuan ayat lain dalam lebih dari seratus surat yang perlu dibaca dan direnungkan maknanya, sehingga bisa diamalkan dengan optimal.

Karena itulah, diperlukan waktu-waktu khusus di luar shalat untuk membaca al-Qur’an secara lebih leluasa, terlebih di era digital dengan al-Qur’an yang hampir selalu di tangan karena telah menyatu dengan alat komunikasi. Kemudahan untuk membacanya juga memudahkan untuk melakukan perenungan yang sangat mendalam.

Namun, aktivitas keseharian yang padat, bahkan sangat padat bagi sebagian orang, baik karena pekerjaan mencari penghidupan, maupun aktivitas lainnya, membuat alokasi waktu membaca al-Qur’an menjadi sangat minimal.

Namun, sesungguhnya, itu sama sekali bukan alasan. Sebab, masih sangat banyak waktu yang bisa dimanfaatkan dengan optimal untuk membaca dan merenungkan kalam Tuhan. Sebagai bacaan yang tidak biasa, karena sangat mudah dihafalkan, al-Qur’an bisa “dirapal” kapan pun dan di mana pun, tentu saja kecuali di tempat-tempat yang dilarang karena tidak terjaga kesucian.

Asal memiliki keinginan yang cukup, al-Qur’an bisa dibaca dan di renungkan bahkan dalam rentang waktu terbanyak dalam keseharian dibandingkan aktivitas lain. Sebab, al-Qur’an juga bisa dibaca sembari melakukan aktivitas lainnya.

Bagi yang melakukan pekerjaan teknis, al-Qur’an bisa dibaca sambil melakukan pekerjaan teknis tersebut, laiknya menyanyikan lagu-lagu cinta. Bagi yang tidak mengerti artinya sekalipun, melantunkannya berbuah pahala. Makin banyak membaca dan mengulangnya, makin banyak pahala.

Jika lagu-lagu biasa justru bisa menyebabkan perasaan terbawa, sehingga bisa menjadi gundah gulana, tetapi bacaan al-Qur’an justru akan mengantarkan kepada bahagia. Bahkan ketika membaca ayat-ayat ancaman sekalipun. Tangis yang terjadi, bisa menjadi tangis ketakutan (khasyyah) kepada Allah yang akan menimbulkan harapan (rajaa’) kepadanya dengan efek positif. Sebab, al-Qur’an adalah obat atau penawar hati yang sedang merana.

Bagi yang memiliki kegiatan non teknis karena mengandalkan visi besar, al-Qur’an merupakan bacaan dengan gagasan-gagasan super besar, karena ia adalah ide dari Yang Maha Besar. Tidak ada masalah yang tidak ada solusinya jika yang dijadikan rujukan adalah al-Qur’an.

Karena itu, semakin banyak ayat al-Qur’an yang dibaca dan direnungkan untuk mendapatkan solusi dari sebuah persoalan, maka akan semakin banyak alternatif solusi yang bisa ditemukan.

Bagi yang harus melakukan mobilitas tinggi, karena harus berpindah-pindah tempat, untuk menyelesaikan banyak urusan dan kewajiban, al-Qur’an merupakan teman terbaik dalam perjalanan. Bahkan pada saat yang tidak tepat untuk membaca secara langsung karena bisa merusak penglihatan.

Sangat banyak orang, karena perjalanan sangat panjang dan terlalu sering, harus membuang waktunya di kendaraan, baik mobil, kereta, pesawat terbang, maupun apalagi motor. Waktu yang terbuang sia-sia itu mestinya bisa dimanfaatkan untuk membaca al-Qur’an. Saat menunggu terbang dalam durasi kira-kira sejam, ditambah dengan saat antri masuk ke pesawat terbang, saat terbang, dan saat antri keluar dari pesawat terbang, bisa digunakan dengan sangat efektif untuk membaca al-Qur’an.

Sebab, membacanya bisa dikakukan dengan cara “tanpa membaca” alias tanpa melihat. Atau setidaknya, bisa dilakukan pembagian waktu; pada saat-saat tertentu, membacanya dilakukan dengan cara tanpa melihat, misalnya pada saat tidak memungkinkan untuk fokus kepada tulisan karena gerakan dan guncangan.

Namun, pada saat yang tenang, tanpa guncangan yang menyebabkan fokus mata terganggu, bisa dilakukan dengan cara melihat, dan lebih baik lagi dengan tujuan untuk menghafalkannya dengan kuat, agar bisa dibaca pada saat tidak memungkinkan untuk melihat teks.

Dengan melakukan semua itu, maka seluruh waktu akan bisa digunakan secara efektif dan efisien. Tidak akan ada waktu yang terbuang percuma barang sedetik pun. Waktu yang biasanya memotong, bisa dipotong dan dikendalikan hanya untuk aktivitas-aktivitas bermanfaat, terutama untuk terus mengingat Allah dalam sepanjang perjalanan kehidupan. Wallahu a’lam.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *