Apindo: Omnibus Law Harus Hapus Kewenangan KPPU Sebagai Hakim

Ketum Apindo Hariyadi B Sukamdani (tengah). (Foto: Bisnis)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono menuntut Omnibus Law RUU Cipta Kerja menghapuskan kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai hakim, sehingga hanya mempunyai kewenangan sebagai pelapor, pemeriksa, dan penuntut.

“Sebenarnya muatan penting yang seharusnya dapat diluruskan adalah kewenangan KPPU yang terintegrasi antara sebagai pelapor, pemeriksa, penuntut sekaligus hakim. Kewenangan ini yang selalu menjadi perdebatan selama ini,” kata Iwantono di Jakarta, Sabtu (22/2/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Iwantono menegaskan bahwa dengan kewenangan KPPU saat ini, banyak pihak yang menjadi terlapor di KPPU merasa tidak diperlakukan secara adil.

“Kami mengusulkan KPPU punya fungsi sebagai pelapor, pemeriksa, dan penuntut. Sedangkan fungsi sebagai hakim harus dipisahkan dan berada di dalam sistem peradilan biasa atau adanya hakim khusus misalnya di pengadilan niaga,” jelasnya.

Menurut Iwantono pengadilan khusus persaingan usaha diperlukan, sebab substansi hukum persaingan usaha sangat pelik, rumit dan memerlukan keahlian khusus di bidang bisnis, ekonomi, dan hukum.

Di samping itu, sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi, KPPU adalah lembaga administratif independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain, yang melakukan penegakan hukum dalam wilayah hukum administrasi.

“Dengan demikian, sekiranya KPPU tetap punya kewenangan membuat putusan, maka putusan KPPU bersifat penuntutan,” tegas Iwantono.

Dia juga meluruskan mengenai kekhawatiran penghapusan pasal substantif mengenai pidana monopoli dagang di dalam omnibus law. “Pemahaman ini tidak benar, menurut draf omnibus law tidak menghapus substansi tersebut dan tetap berlaku,” ujar Iwantono.

Demikian juga denda pidana juga tidak dihapus. “Yang ditiadakan adalah pidana tambahan Pasal 49 UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dimana menurut saya pasal ini juga sebenarnya tidak terlalu penting karena dalam praktiknya jarang diterapkan,” terang dia.

Sementara itu KPPU memandang perlu dimasukkannya beberapa pasal dalam usulan amandemen Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ke dalam program Omnibus Law, antara lain merger/akuisisi, penguatan kelembagaan, pengenaan denda terhadap pelanggaran pasal, serta perlunya pengaturan kewenangan dan sanksi bagi pihak-pihak yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, atau menggagalkan proses penyelidikan dan/atau pemeriksaan yang dilakukan KPPU.

Anggota KPPU Guntur S. Saragih sebelumnya menyarankan kepada semua pihak untuk tetap menjaga iklim persaingan usaha yang sehat dan berani melaporkan kegiatan usaha-usaha yang menyimpang. “Perlu adanya kerja sama yang nyata dalam membantu iklim persaingan usaha yang sehat,”  tegas Guntur di Jakarta, Kamis (13/2/2020).

Saat ini, KPPU telah mengirimkan surat kepada Presiden RI terkait peran aktif KPPU dalam mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat untuk mendorong perekonomian nasional yang efisien dan berkeadilan, serta harapan KPPU dalam keikutsertaan di program Omnibus Law. Diharapkan dengan penerapan hukum persaingan usaha dan peran aktif otoritas persaingan usaha menjadi salah satu pertimbangan pelaku usaha untuk masuk dan berinvestasi di Indonesia. (rah/ berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *