Oleh: Luthfi Bashori
ORANG bijak berkata, ”Setiap dosa dapat diharapkan untuk meninggalkannya dengan bertaubat dan kembali ke jalan yang benar, kecuali dusta. Pendusta itu semakin lama semakin banyak berdusta. Kita lihat para peminum khamar akhirnya banyak yang bertaubat dan pencuri berhenti, tetapi kita tidak melihat para pendusta itu bertaubat. Seorang pendusta saat ditegur atas kedustaannya,”
Dia akan menjawab: ”Andaikata engkau merasakan kenikmatannya berdusta tentu engkau tidak akan berhenti melakukannya.”
Berdusta itu banyak macamnya, adakalanya berdusta saat bercerita, misalnya ada seseorang yang ingin tampak berilmu di kalangan lingkungannya, lantas dia senang mengarang cerita bohong namun disampaikan dengan cara yang seakan-akan terjadi sungguhan.
Atau dusta untuk mencari sensasi. Contoh yang seperti ini sering terjadi di kalangan selebritis. Misalnya demi menaikkan pamornya yang sudah pudar, ia sengaja mengarang berita bohong hingga menjadi kontroversial. Maka para pemirsa pun ramai-ramai membincangkannya, padahal apa yang dilakukan itu hanyalah skenario bohongan.
Atau dusta demi jabatan, seperti yang sering terjadi di kalangan para politisi. Saat musim kampanye, hampir semua politisi selalu mengobral janji yang muluk-muluk kepada rakyat. Namun saat sudah terpilih, jangankan memenuhi janji-janjinya, untuk ingat rakyat saja hanya satu dua tiga orang politisi yang melakukannya. Adapun selebihnya mereka lebih menikmati tetap berlindung di bawah kedustaan dan ketidakpedulian. (*)