Perppu Corona Termasuk Korupsi Politik, Jokowi Bisa Dilengserkan

Abdullah Hehamahua. (Foto: Tempo)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua termasuk salah satu tokoh nasional yang menggugat Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 atau Perppu Corona ke Mahkamah Konstitusi (MK). Alasannya, tegas Abdullah Perppu tersebut termasuk korupsi politik.

“Korupsi politik adalah korupsi yang dilakukan pihak-pihak melalui undang-undang atau kebijakan yang seakan-akan bertujuan baik,” kata Abdullah seperti dikutip dari Tempo, Ahad (19/4/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Abdullah menekankan bahwa pada hakikatnya kebijakan itu untuk kepentingan golongan tertentu saja. “Dalam hal ini kepentingan konglomerat dan elite politik busuk yang serakah dalam mempertahankan kekuasaan dan aset mereka,” tegasnya.

Abdullah menyatakan alasan lainnya Perppu Corona itu dimaksudkan untuk menyelamatkan presiden, menteri keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSS), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). “Seperti apa yang dalam kasus Bank Century yang melibatkan menteri keuangan dan wapres waktu itu,” ungkap dia.

Secara prosedural, menurut Abdullah, Perppu itu bertentangan dengan putusan MK Nomor 138 tahun 2009 tentang persyaratan diterbitkan suatu Perppu. Pasal imunitas atau Pasal 27 Perpu juga menjadi sorotan. Pasal imunitas menyebutkan bahwa para pihak yang terlibat penggunaan keuangan negara tidak dapat digugat pidana atau perdata jika didasari itikad baik.

Rencana itu, lanjut Abdullah sebagai pelanggaran serius yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasal 27 ini dinilai bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan semua warga negara berkedudukan sama di hadapan hukum. “Jika Perppu ini disahkan dan dilaksanakan maka Jokowi dapat dilengserkan karena melanggar UUD 45,” tegas Abdullah.

Lebih lanjut Abdullah mengatakan bahwa untuk menangani wabah virus Covid-19, pemerintah dapat menggunakan instrumen yang sudah ada yakni Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1988 tentang Wabah dan Penyakit Menular, dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

“Dalam konteks penanggulangan keuangan negara berkaitan dengan kasus virus Corona, pemerintah dapat mengikuti proses baku yang ada yakni melalui APBNP,” jelas Abdullah menegaskan.

Selain Abdullah, puluhan pemohon judicial review atas Perppu No.1/2020 itu dari berbagai elemen masyarakat yang peduli terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang sesuai dengan amanat konstitusi. Mereka antara lain Prof. Dr. Din Syamsuddin, Prof. Dr. Sri Edi Swasono, Prof. Dr. M. Amien Rais, Dr. Marwan Batubara, Drs. M.Hatta Taliwang M.I.Kom, KH Agus Solachul Alam (Gus Aam), Dr. HMS Kaban, Dr. Ahmad Redi, dan Dr. Adhie M. Massardi.

Sementara itu MK mengagendakan akan menggelar sidang uji materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 pada Selasa, 28 April 2020. “Sidang panel masih seperti sidang biasanya, tiga hakim di ruang sidang. Para pihak yang hadir dibatasi tiga orang dengan menerapkan physical distancing,” ujar Kepala Bagian Humas dan Hubungan Dalam Negeri MK Fajar Laksono melalui pesan singkat, di Jakarta, Senin (20/4/2020). (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *