Akal-akalan Jokowi Naikkan Iuran BPSJ Kesehatan Lagi

Joko Widodo. (Foto/Antara)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Kenaikan iuran BPJS Kesehatan melalui terbitnya Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan memantik protes dari berbagai kalangan. 

Disorot miringnya kenaikan iuran, selain karena masyarakat sedang kesulitan ekonomi akibat terdampak wabah virus Corona baru alias Covid-19, juga lantaran kenaikan iuran yang sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung belum lama ini.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pada 2018 lalu, Jokowi meneken Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Besaran iuran yaitu: a. Sebesar Rp 25.500 untuk kelas III, b. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas II, dan c. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas I

Kemudian pada 2019 Jokowi meneken Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Besaran iuran berubah menjadi: 1. Rp 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III, 2. Rp 110.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau 3. Rp 160.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

Namun, MA kemudian membatalkan Perpres Nomor 75/2019. MA mengembalikan iuran menjadi: 1. Sebesar Rp 25.500 untuk kelas III, 2. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas II, dan 3. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas I.

Lantas sekarang Jokowi kembali menaikkan iuran melalui peraturan yang baru. Kenaikan kembali iuran BPJS ini cukup mengejutkan sebab pemerintah menaikkan iurannya melalui Perpres. Selain dinilai tak mematuhi putusan MA yang belum lama membatalkan kenaikan iuran, juga dipandang sebagai cara pemerintah untuk mengakali keputusan MA.

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menyesalkan langkah pemerintah mengeluarkan Perpres 64/2020 itu. Saleh, yang komisinya membidangi urusan kesehatan menyebut pemerintah dengan kembali menaikkan iuran terkesan tak mematuhi putusan MA yang membatalkan Perpres 75/2019 yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Padahal, warga masyarakat banyak yang berharap agar putusan MA itu dapat dilaksanakan dan iuran tidak jadi dinaikkan. Saleh mengaku, sejak awal dirinya menduga pemerintah akan “berselancar”, sehingga putusan MA akan dilawan dengan menerbitkan aturan baru. “Mengeluarkan perpres baru tentu jauh lebih mudah dibandingkan melaksanakan putusan MA,” ujar Saleh dalam keterangannya, Rabu (13/5/2020).

Terkesan pemerintah sengaja menaikkan iuran BPJS per 1 Juli 2020, dengan begitu ada masa pemerintah melaksanakan putusan MA mengembalikan besaran iuran kepada jumlah sebelumnya yaitu Kelas I sebesar Rp 80.000, Kelas II sebesar Rp 51.000, dan Kelas III sebesar Rp 25.500.

Artinya, pemerintah mematuhi putusan MA itu hanya 3 bulan, yaitu April, Mei, dan Juni. Setelah itu, iuran dinaikkan lagi, dan uniknya lagi, iuran untuk kelas III baru akan dinaikkan tahun 2021.

Ditekankan Saleh, saat ini bukan waktu yang tepat menaikkan iuran BPJS Kesehatan, karena masyarakat sedang kesulitan dan dipastikan banyak yang tidak sanggup untuk membayar iuran tersebut.

Padahal, menurut dia, di dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat 1 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan, dan negara harus memberikan jaminan bagi terselenggarannya pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Saleh mengaku khawatir dengan kenaikan iuran ini banyak masyarakat yang tidak bisa membayar. Akibatnya, mereka tidak mendapatkan akses pada pelayanan kesehatan dan dampaknya bisa serius serta dapat mengarah pada pengabaian hak-hak konstitusional warga negara.

Selanjutnya Saleh memperkirkan perpres baru tersebut bakal kembali digugat masyarakat, karena memiliki peluang untuk menggugat kenaikan iuran BPJS ke Mahkamah Agung. Hal tersebut berkaca pada gugatan sebelumnya, yaitu potensi pihak penggugat untuk menang sangat tinggi. Semestinya, hal ini juga sudah dipikirkan oleh pemerintah.

Pemerintah baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5) dan diundangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly pada Rabu (6/5). (rah/hajinews.id)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *