Belajar Bijak

Hamdan Juhannis
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Belajar Bijak
Oleh: Hamdan Juhannis

Kalau saya meminta anda untuk memilih, lebih ingin menjadi seorang ibu atau menjadi isteri? Demikian halnya, lebih ingin berperan sebagai ayah atau sebagai suami? Pertanyaan ini saya angkat pada akhir Ramadan ini, karena tiba-tiba terngiang dengan komentar seorang isteri terhadap suaminya, yang dianggapnya sebagai ayah yang sempurna tetapi suami yang buruk. Sambil anda menilai tingkat kelayakan pertanyaan saya untuk dijawab dalam kehidupan anda, izinkan saya menghubungkan opsi di atas dalam kehidupan nyata dengan contoh kasus.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kasus pertama. Seorang perempuan yang sangat menikmati menjadi  isteri dari suami. Bisa dipahami rasa senangnnya karena menjadi isteri adalah status tentunya. Terlebih lagi karena suaminya dianggapnya patut dibanggakan, mungkin karena  alasan status sosial atau profesi. Karena menikmati sebagai isteri, dia rajin bercerita tentang suaminya, setiap ceritanya selalu terhubung dengan apa saja tentang suaminya. Dia berusaha untuk selalu hadir dalam menunjukkan diri sebagai isteri dari suaminya. Sementara sebagai ibu dari anak-anaknya, dia tidak terlalu tampak perannya. Yang sering terdengar dari ceritanya adalah beratnya pekerjaan mengurusi anak-anak. Atau terlihat tidak begitu berselera dengan segala yang terkait dengan anak-anaknya. Dia juga tidak sering muncul dalam urusan pendidikan anak-anaknya, misalnya mengantarnya atau menunggunya pulang dari sekolah. Dia lebih sering menyerahkan urusan anak-anaknya pada asisten rumah tangganya, termasuk jarang sekali menanyakan tugas-tugas anak-anaknya. Kasus ini menunjukkan bahwa dia merasa menikmati menjadi isteri dibanding menjadi ibu dari anak-anaknya.

Kasus Kedua. Setiap bapak ini pulang dari kantor pasti yang pertama ditanya adalah anak-anaknya. Apakah anaknya ada di rumah atau tidak. Dia langsung bertanya apa saja tentang anak-anaknya, situasi sekolahnya, apa kegiatannya seharian. Saat akhir minggu, dia mengurus langsung anak-anaknya. Dia juga pandai menarik ulur apa yang tepatnya dibutuhkan anak-anaknya. Sementara sebagai suami, dia tidak begitu pintar untuk memainkan peran. Dia tidak begitu romantis pada isterinya. Dia cepat bosan saat terlibat pembicaraan. Dia terkadang ingin selalu berargumen saat berhadapan dengan keinginan isterinya. Dia bahkan malas melibatkan isterinya untuk menyelesaikan masalah pekerjaan rumah tangga selagi dirinya bisa. Dari kasus ini, bapak ini tampaknya lebih berat ke fungsi ayah daripada fungsi suami.

Saya tidak bermaksud menggiring anda untuk menentukan pilihan. Saya juga tidak ingin memberi penilaian, bahwa dari pilihan untuk memilih pada salah satunya, atas dasar bahwa satunya lebih baik dari yang lainnya. Saya menanyakan ini, hanya untuk menjadi pemandu bahwa terdapat peran-peran yang berbeda yang harus dimainkan seseorang secara bersamaan. Dan karena perannya secara bersamaan, tekadang keseimbangan peran itu menjadi satu masalah.

Satu yang saya ingin segarkan, saat mencermati hubungan-hubungan kekerabatan di antara keluarga, ada yang terbangun karena hubungan darah dan ada yang terjadi karena ikatan perjanjian. Anda pasti bisa memetakan maksud saya. Mungkin anda menganggap bahwa hubungan darah adalah segalanya. Tapi saya juga perlu mengingatkan, anda tidak banyak pilihan untuk menjadi ayah atau ibu bagi anak-anaknya. Anak-anak anda tidak pernah memilih untuk menjadikan anda sebagai ibu atau bapak mereka. Yang murni anda pilih adalah siapa yang menjadi isteri anda, atau siapa yang menjadi suami anda sekarang. Pertanyaan saya, yang mana anda lebih perankan sekarang, menjadi ayah atau ibu atau menjadi suami atau isteri?

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *