New Normal Ada Syaratnya, Jangan Asal Tiru

Ilustrasi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



 Oleh: Masrifan Djamil*

Gagasan new normal dari Direktur WHO Regional Eropa Dr Hans Henri P. Kluge (WHO Regional Director for Europe) telah masuk negeri kita, langsung diadopsi tanpa dikaji apa maksudnya, dan bagaimana syaratnya, banyak orang bicara “new normal”. Kita yang masih “pontang-panting mencegah penularan COVID-19” harus mawas diri, introspeksi, apakah sudah levelnya kita menerapkan konsep “new normal” itu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dalam pidatonya menjelang rapat Menteri Kesehatan Uni Eropa 16 April 2020 yang lalul, Hans menyampaikan syarat pelonggaran dalam rangka pelaksanaan new normal adalah sbb:

 *Any step to ease restrictions and transition must ensure:*

  1. That evidence shows COVID-19 transmission is controlled;
  2. That public health and health system capacities including hospitals are in place to identify, isolate, test, trace contacts and quarantine them;
  3. That outbreak risks are minimized in high-vulnerability settings – particularly in elderly homes, mental health facilities and people residing in crowded places;
  4. That workplace preventive measures are established – with physical distancing, handwashing facilities, respiratory etiquette in place;
  5. That importation risks can be managed; and
  6. That communities have a voice and are engaged in the transition.

Bisa diterjemahkan sbb:

*Setiap langkah yang bermaksud pelonggaran dan transisi ke arah “new normal” harus memastikan sbb:*

  1. Negara yang bersangkutan harus memiliki bukti bahwa penularan COVID-19 di wilayahnya telah bisa dikendalikan.
  2. Sistem kesehatan masyarakat dan kemampuan sistem kesehatan termasuk rumah sakit sudah mampu melakukan identifikasi, isolasi, test (COVID-19), pelacakan kontak, hingga melakukan karantina orang yang terinfeksi.
  3. Risiko wabah virus Corona harus ditekan untuk wilayah atau tempat dengan kerentanan yang tinggi. Utamanya untuk rumah yang dihuni orang lanjut usia, fasilitas pelayanan kesehatan mental (RSJ), maupun untuk orang yang tinggal di kawasan pemukiman yang padat.
  4. Pencegahan yang terukur telah ditetapkan pada tempat kerja, penerapan jaga jarak fisik (physical distancing), fasilitas cuci tangan, dan etika batuk/bersin (menutup mulut dan hidung dengan tisu/kain/masker).
  5. Risiko yang penting yang mungkin terjadi dapat dikelola.
  6. Masyarakat harus diberikan kesempatan untuk memberikan masukan, berpendapat, dan dilibatkan dalam proses masa transisi menuju new normal WHO ini.

Bisa ditelaah secara lengkap di: http://www.euro.who.int/en/about-us/regional-director/statements/statement-transition-to-a-new-normal-during-the-covid-19-pandemic-must-be-guided-by-public-health-principles

Lebih dari 50 negara di Eropa yang tertular COVID-19 sudah berhasil mengatasi lonjakan kasus COVID-19 dengan upaya yang keras dan terukur, antara lain  beberapa negara melaksanakan lockdown.

Beberapa negara akan mulai melakukan pelonggaran bertahap dari Lockdown. Masyarakatnya telah literated (literasinya tinggi dalam pencegahan COVID-19, kecuali Italia yang terlambat), dan tentu satu suara, tidak simpang siur kebijakannya, maka bisa berhasil.

Contoh Keberhasilan Lockdown di UK

UK menerapkan lockdown, ilustrasinya antara lain demikian, kerumunan dilarang, jalan bersama maksimal dua orang dan berurutan (bukan bergandengan), lebih dari dua orang didatangi polisi dan didenda tinggi, selama lockdown hanya boleh keluar ke toko sembako, toko lain tutup, dan hanya 1 orang yang boleh membeli.

Sekolah diliburkan (belajar di rumah). Transportasi umum stop, boleh bepergian memakai mobil sendiri, tetapi pengawasan ketat. Setiap apartemen diacak, dikirimi surat oleh kantor Depkes setempat, harus test COVID-19.

Bandara tutup dari negara tertentu atau buka, tetapi harus bisa mengidentifikasi positif COVID-19 dan yang terdeteksi wajib karantina. Mulai tanggal 8 Juni 2020, setiap penumpang yang masuk UK wajib karantina 14 hari.

Setelah berhasil melandaikan curva (penurunan kasus signifikan), utamanya kasus kematian karena coviid-19 atau terkait, secara bertahap lockdown dilonggarkan. Di beberapa kota direncanakan anak sekolah TK dan anak kelas 1 SD mulai masuk tgl 1 Juni 2020, tetapi ortu menolak, meminta rapat dengan Gubernur, karena bahayanya masih ada.

Tgl 15 juni besok mulai relaksasi lockdown tahap 1. Non essential shop boleh dibuka; cafe, resto (takeaway only), toko baju, toko sepatu (boleh buka tapi pelanggan tidak boleh mencoba barangnya, fitting room disegel), pelayanan yg tidak bisa physically distance belum bisa buka (barbershop, tattoo store, manicure, pedicure dll).

Mereka mulai pelonggaran setelah tercapai puncak kurva kematian karena covid-19 di 16-17 April yang lalu, sampai dipastikan memang menurun di bawah separonya dan tidak naik lagi. Jumlah kasus mencapai 265.227, total kematian di semua pelayanan dan rumah 37.048 (per 26 Mei 2020).

Angka kematiannya amat tinggi (hampir 14%, tetapi mencakup semua kematian baik yang positif maupun yang terkait gejala covid-19 dari RS, rumah perawatan dan rumah tinggal).

Sumber: https://www.dailymail.co.uk/news/article-8357951/Britain-announces-preliminary-daily-Covid-19-death-toll-142.html. Lihat grafik di bawah.

Grafik-1
Grafik2

Grafik di atas menunjukkan keberhasilan lockdown. Jadi, janganlah mau diperdaya dengan mengatakan lockdown tidak ada manfaatnya, kerugiannya lebih besar dan mereka yang menerapkan menyesal. Kalau lockdown gagal di suatu daerah, mungkin leadership dan managerialship-nya kurang efektif, followershipnya (rakyat) ambyar….

Bagaimana dengan Indonesia?

Di negeri kita justru angka pertambahan kasus COVID-19 positif masih tinggi diatas 400-500 per hari, demikian juga angka kematian (masih 6,2%). Namun data kematian yang komprehensif seperti di UK tidak ada (sumber data kematian RS, rumah perawatan lain, mati di rumah).

Data update kasus COVID-19 dan kematiannya berasal dari data orang yang berhasil diperiksa PCR test. Jumlah aktualnya pasti sangat luar biasa besar, dan 80% adalah OTG (carrier), maka kalau tidak dilakukan pencegahan yang tepat dan efektif, bisa timbul ledakan dimana-mana (tiba-tiba jadi daerah merah atau ada positif COVID-19 lab test pasti/PCR).

Perubahan daerah hijau menjadi merah, menunjukkan bahwa syarat no. 2 New Normal versi WHO Regional Eropa tsb di atas belum bisa diterapkan di negara kita. Banyak kota tahu-tahu menjadi merah. Dalam kota juga, beberapa kelurahan menjadi merah, menunjukkan “preventive measure” nya belum efektif. Ajakan kepada masyarakat untuk partisipasi belum efektif.

Fakta di negeri kita, kerumunan di pasar tradisional masih besar, transportasi bebas (di negara Eropa yang bebas hanya mobil pribadi, dengan pengawasan ketat, sebelum dilonggarkan), mall malah masih buka, ada konser musik tanpa pencegahan COVID-19, dan oleh karena itu memicu gerakan kembali ke masjid (kerumunan dahsyat di hari raya Idul Fitri).

Jadi bahaya sekali kalau anak kembali ke sekolah sementara kondisinya demikian. Filipina masih menunda masuknya anak sekolah, masih menerapkan pembelajaran daring. UK yang jelas berhasil, baru masuk sekolah bertahap, TK dan kelas 1 SD, itupun ditolak ortu.

Kita jangan asal tiru-tiru, mendengungkan “New Normal” tetapi tidak jelas apa maksudnya. Biasanya masyarakat kita latah dalam istilah, semua akan bicara “new normal” tetapi tidak paham apa maksudnya. Ingat ungkapan “terkini” kan? Cepat sekali menyebar. Ingat “mensikapi”, kata salah tetapi booming (yang benar menyikapi). Terakhir sebelum new normal ialah “sekitaran” yang sebelumnya cukup sekitar…., kata di dipisah dari kata kerja (misal di beli, di bubarkan…. dll) , semua tiru, padahal itu salah (dan dikoreksi harian Kompas, tetapi masih jalan juga) dll…

Maka sebaiknya kita konsen ke langkah pencegahan yang terukur (preventive measure) semaksimal mungkin, serempak, secara bersamaan kita edukasi masyarakat untuk yakin dan paham (literasi) pencegahan COVID-19 tentu dengan teladan yang baik dan kebijakan sinkron tidak saling menganulir antar kementerian, dan antar pusat – daerah.

Kita pastikan jika kebijakan diambil, tidak membahayakan rakyat khususnya kelompok lemah, yaitu anak-anak, lansia, pasien penyakit jiwa dan orang berpenyakit tertentu (baik di rumah atau dirawat di RS) yang fatal jika tertular COVID-19. Mereka rakyat yang harus dilindungi kan?

*) adalah dokter, doktor ilmu kedokteran, ahli kesehatan masyarakat, pengurus organisasi profesi dokter/kolegium dokter Indonesia pusat, Ketua PDUI Jateng, Ketua Dep Litbang PP IPHI. Tinggal di Semarang.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *