Sandiaga: Budaya Impor Bikin Indonesia Rentan Krisis Pangan

Sandiaga Uno. (Foto Antara)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Pengusaha nasional Sandiaga Uno menegaskan, kebiasaan atau budaya impor membuat Indonesia rentan terhadap krisis pangan seperti yang terjadi saat ini terkait adanya wabah virus Corona baru alias Covid-19.

“Covid-19 ini akan menjadi kekhawatiran bahan pangan bagi banyak negara. Sebagai negara pengimpor, Indonesia sangat rentan,” kata Sandiaga di Jakarta, Selasa (2/6/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini menyebut kebutuhan sejumlah komoditas masih berasal dari impor. Misalnya, bawang putih, daging sapi, dan gula didatangkan dari luar negeri. “Persoalannya kalau pangan dalam kondisi terdesak negara lain yang biasa mengekspor juga akan semakin selektif,” ujar Sandiaga.

Dia menekankan, Indonesia perlu mengembangkan inovasi melalui teknologi peningkatan produksi pangan dalam negeri dengan mengadopsi kecerdasan buatan seperti (Artificial Intelligence/AI), Internet of Things (IoT), ATM beras, urban farming, city farming, serta digital food value chain platform.

“Skenario ketersediaan atau ketahanan pangan harus dipersiapkan kita jangan terus-terusan bergantung pada impor. Apalagi ada kemungkinan PHK 7-12 juta. Tentu digitalisasi harus didorong. Pasar sudah terbentuk,” jelasnya.

Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan permintaan impor terhadap beberapa komoditas harus dilakukan selama belum ada substitusi pangan. Dia memandang substitusi pangan menjadi satu di antara alternatif untuk menekan angka impor.

“Sebagai contoh negara kita kan konsumer mie instan terbesar di dunia. Mie instan bahan dasarnya terigu, gandum itu tidak bisa ditanam di Indonesia, jadi harus impor,” ujarnya di Jakarta, Selasa (2/6/2020).

Menteri Bambang mengatakan harus ada inovasi substitusi bahan baku mie misalnya dari jagung atau singkong. “Secara ilmiah ini sudah ada banyak (substitusi). Hanya kita belum membawa ini dalam skala yang besar. Bahkan beras pun bisa dicari subtitusinya,” jelasnya.

Adapun sebelumnya Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa pemenuhan kebutuhan pangan di dalam negeri sudah terlalu mengandalkan beras. Sementara itu Indonesia sudah sejak lama bergantung dengan impor untuk memenuhi kebutuhan beras. Sedangkan di masa pandemi ini negara lain cenderung menahan ekspornya untuk memenuhi kebutuhannya di tengah pandemi Covid-19.

Padahal, menurut dia, masyarakat memiliki banyak pilihan makanan dengan kearifan lokal yang dapat menjadi pengganti beras. Beberapa di antaranya bahkan memiliki proses tanam yang lebih cepat dan panennya juga tinggi, sehingga pasokannya relatif lebih banyak dibandingkan beras.

“Di tengah keterbatasan jangan bergantung pada satu bahan pangan pokok yaitu beras. Bagaimana diversifikasi pangan bisa dikembangkan agar kemudian kalaupun harus tidak makan beras ada bahan pangan lokal yang ada bisa menjadi substitusi terhadap beras,” ujar Tulus di Jakarta, Kamis (14/5/2020).

Tulus menyebut, sejak era Orde Baru masyarakat Indonesia telah disandra dengan hanya politik beras yang memaksa menjadikan beras sebagai kebutuhan pangan satu-satunya dan menghilangkan potensi-potensi sumber pangan lain. Sehingga dalam kondisi sulit pandemi saat ini berpotensi menyebabkan krisis pangan.

Indonesia pun tidak pernah absen impor beras tiap tahunnya. Bahkan pada 2011 Indonesia mengimpor hingga 2,75 juta ton beras menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tertinggi dalam dua dekade terakhir. Pada 2018 impor juga melonjak drastis mencapai 2,25 juta ton atau lebih dari 7 kali lipat impor beras setahun sebelumnya yang hanya 305 ribu ton.

Kondisi itu diperburuk dengan substitusi beras dengan mie instan yang berbahan baku gandum. Sedangkan Indonesia tidak memproduksi gandum dan harus mengandalkan impor. “Harusnya, pemerintah lebih mengedepankan makanan pokok yang sesuai dengan kondisi geografis agar dapat meminimalisasi risiko kelangkaan pangan,” jelas Tulus. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *