Pengawasan Bank Akan Dikembalikan Jokowi ke BI, Ini Pertimbangannya

Jokowi. (Antara/ho-Biro Pers Setpres)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, hajinews.id – Di tengah kekhawatiran dampak pandemi Covid-19 memunculkan ketegangan di sektor keuangan, Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sedang mempertimbangkan mengeluarkan dekrit darurat untuk mengembalikan regulasi perbankan ke kewenangan bank sentral.

“Joko Widodo telah mempertimbangkan mengembalikan peran itu ke Bank Indonesia (BI) karena ketidakpuasan tentang kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama pandemi,” sebut sumber yang diberi pengarahan tentang masalah ini kepada Reuters, Kamis (2/7/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Perkembangan ini terjadi ketika pemerintah menegosiasikan bantuan bank sentral untuk mendanai defisit fiskal yang membengkak untuk kebutuhan penanganan dampak Covid-19 bagi ekonomi Indonesia.

Seperti diketahui, dalam rapat kabinet 18 Juni 2020, Jokowi mengatakan akan merombak kabinetnya atau membubarkan badan-badan pemerintah jika dia merasa mereka tidak berbuat cukup untuk mengatasi krisis yang disebabkan oleh wabah virus Corona.

Berdasarkan laporan dewan audit tertinggi Indonesia atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) awal tahun ini disebutkan bahwa peran pengawasan OJK “lemah”. Hal ini merujuk celah dalam pengawasan tujuh bank yang tengah bermasalah. OJK mengatakan sebagai tanggapannya bahwa OJK akan meningkatkan pengawasannya.

Tujuh bank tersebut termasuk masalah PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) yang bulan lalu dikatakan telah memiliki arus kas negatif hingga harus membatasi transaksi penarikan para nasabahnya.

Bank Bukopin baru saja mendapat restu dari OJK untuk menerbitkan saham baru setelah KB Kookmin Bank Korea Selatan berkomitmen untuk menyerap semua saham yang tidak diserap pihak lain dan akan menjadi pengendali.

Ketua OJK Wimboh Santoso mengatakan pada awal pekan ini bahwa industri perbankan secara agregat aman. Rasio kecukupan modal bank atawa capital adequacy ratio (CAR) berada di level 22,2% pada bulan Mei 2020. Rasio pinjaman bermasalah atawa non performing loan (NPL) sebesar 3,01%.

OJK memperkirakan 15,12 juta debitur perlu merestrukturisasi pinjaman senilai 1.373,7 triliun akibat pandemi. Adapun hingga 22 Juni nilai kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 695,34 triliun.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi mengatakan pemerintah sejauh ini belum pernah membicarakan usulan pengembalian fungsi pengawasan dan pengaturan industri perbankan dari lembaga regulator Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI).

Fathan mengatakan perubahan fungsi dan wewenang lembaga regulator industri keuangan (OJK) semestinya dilakukan tidak terburu-buru, dan harus dengan berbagai pertimbangan yang komprehensif. Fathan menganggap kabar akan kembalinya fungsi pengawasan bank dari OJK ke BI masih sebatas rumor.

“Memang sektor keuangan sedang menghadapi tekanan yang berat. Namun saya kira kita harus berpikir komprehensif dan matang sebelum mengambil keputusan itu,” ujar Fathan saat dihubungi di Jakarta, Jumat (4/7/2020). (rah/berbagai sumber)

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *