Pemerintah Didesak Cairkan Insentif Perawat Tangani Corona

Ilustrasi - Paramedis yang tangani Corona. (Foto: Istimewa)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



SURABAYA, hajinews.id – Ketua Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Timur Prof Nursalam mendesak pemerintah segera mencairkan insentif bagi perawat yang menangani pasien penderita Corona (COVID-19).

“Belum. Sampai sekarang perawat di Jatim belum menerima insentif itu. Tidak tahu kenapa,” kata Prof Nursalam dikonfirmasi di Surabaya, Jumat (10/7/2020).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Nursalam mengungkapkan ada sebanyak 12 perawat di Jatim yang meninggal karena terpapar COVID-19, dan dari jumlah itu, baru tiga perawat yang menerima santunan dari pemerintah. “Dari 12 perawat yang meninggal karena COVID-19, baru tiga yang cair. Yang lainnya belum. Perawat yang meninggal mendapatkan santunan sebesar Rp 300 juta,” kata dia.

Sementara untuk insentif, sesuai dengan SK Menteri pemerintah menjanjikan perawat yang menangani COVID-19 secara langsung mendapatkan maksimal Rp 7,5 juta, sedangkan untuk dokter maksimal mendapatkan insentif Rp 10 juta.

“Tapi perawat-perawat yang menangani COVID-19 baik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo atau RS Haji belum menerima insentif tersebut,” tegas Nursalam.

Nursalam mengaku kebingungan mengapa sampai sekarang insentif bagi perawat belum juga cair.
“Tadi katanya dari provinsi sudah dikirim ke Jakarta, tapi masih verifikasi. Saya mendengar ada program baru dari provinsi kalau dinas sudah langsung dieksekusi. Tapi sampai sekarang teman-teman belum terima. Saya akan tanya ke teman di DPR Komisi XI,” katanya.

Nursalam kembali mendesak pemerintah untuk lebih serius memperhatikan nasib tenaga medis yang menangani COVID-19. Sebab, kata dia, di Jatim sudah ada sebanyak 259 perawat yang terpapar COVID-19, dan 12 di antaranya meninggal dunia. “Surabaya paling banyak yang meninggal dengan tujuh perawat. Sementara daerah lain seperti Tuban, Sidoarjo, Malang, Sampang dan Bojonegoro ada satu perawat yang meninggal dunia,” tuturnya.

Sementara itu seorang dokter yang merawat pasien Corona di Kabupaten Blitar, Jatim, meninggal dunia. Dan paparan COVID-19 dari kliniknya, menimbulkan klaster baru yang menularkan ke 12 orang lainnya. Dokter yang meninggal pukul 13.27 WIB itu bernama dr Pepriyanto Nugroho (51). Almarhum pemilik klinik swasta di Desa Babadan, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Dokter Nugroho meninggal setelah dirawat sejak 26 Juni di rumah sakit swasta di Kota Malang.

“Iya benar. Tadi pukul 13.27 WIB kami mendapat kabar jika dokter Nugroho meninggal. Jenazah dimakamkan dengan protap Corona hari ini di TPU Babadan, Wlingi,” kata Jubir Gugus Tugas COVID-19 Kabupaten Blitar, Krisna Yekti seperti dikutip dari detikcom, Jumat (10/7/2020

Dari tracing Dinkes Pemkab Blitar, dokter Nugroho awalnya menerima pasien wanita (65), warga Desa Butun Kecamatan Gandusari, di kliniknya. Pasien saat itu dirawat di klinik karena gula darahnya tinggi. Setelah dirawat selama tiga hari, pasien dipulangkan. Namun hanya berselang sehari, pasien mengeluhkan sesak dan dirujuk ke RSUD Ngudi Waluyo Wlingi dengan status PDP.

Pasien kemudian meninggal dan hasil tes swabnya ternyata positif terinfeksi virus Corona. Dari tracing pasien yang meninggal itu, diterima laporan tiga anak pasien juga positif Corona. Kemudian dokter Nugroho yang awal merawatnya juga positif dan menulari anak, istri serta pembantunya.

“Saya menyebutnya ini awal klaster Surabaya, karena ternyata pasien dokter Nugroho yang meninggal itu selama ini tinggal di Surabaya, dan baru pulang ke Blitar beberapa hari saja,” terang dia. (rah/berbagai sumber)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *